Koalisi Perempuan Indonesia Minta Pekerja Pelinting Rokok Dilindungi

Buruh mengerjakan pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kudus. (ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

VIVA Bisnis – Koalisi Perempuan Indonesia menyoroti kondisi pekerja pelinting perempuan sigaret kretek tangan (SKT) di industri hasil tembakau (IHT). Pekerja perempuan tersebut dinilai penting untuk dilindungi.

Koalisi Perempuan Indonesia selama ini menaungi anggota perempuan yang di dalamnya, termasuk buruh perempuan, pekerja di sektor industri, pabrik, hingga perempuan petani, nelayan, pekerja migran, dan pekerja rumah tangga.

Menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati Tangka, pekerja atau buruh perempuan di sektor SKT yang menjadi bagian penting dari mata rantai IHT. 

“Pekerja SKT adalah aktor utama dari keberhasilan industri, yang menentukan hasilnya bagus atau tidak,” kata Mike dalam keterangannya, Jumat, 21 Oktober 2022.

Para pelinting SKT ini, lanjut dia, seharusnya tidak lagi diposisikan sebagai perempuan pencari nafkah tambahan, tetapi pencari nafkah utama.  “Perempuan di industri rokok seharusnya dipandang secara setara karena kecakapan dan kapasitasnya,” ujarnya. 

Sempat Alami Pengurangan Jam Kerja dan Pemberhentian saat Pandemi

Para pekerja ini, kata Mike, sempat mengalami situasi yang tidak baik saat pandemi, seperti mengalami pengurangan jam kerja dan bahkan pemberhentian kerja. “Selama pandemi, pekerja perempuan yang dirumahkan atau yang tetap bekerja mengalami beban ganda karena kebijakan pembatasan fisik dan sosial,” katanya.

Itulah sebabnya, dia mendorong dipertahankannya kebijakan yang melindungi para pekerja perempuan ini, termasuk juga regulasi terhadap industri SKT yang menaunginya. Industri SKT dapat menjadi wadah pemberdayaan perempuan yang mendorong kemandirian para pekerja SKT.

Eksistensi industri SKT dan pekerjanya yang ada saat ini perlu dilindungi melalui kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan industri yang padat karya serta peningkatan kualitas dan kesejahteraan pekerjanya. Mike menilai pemerintah perlu terus memastikan agar implementasi kebijakan perlindungan sektor padat karya dapat berjalan dengan baik.

Sementara itu, pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengingatkan pemerintah agar bijak dalam menetapkan kebijakan untuk sektor padat karya antara lain kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) di tahun 2023. Kenaikan tarif yang terlampau tinggi akan merugikan berbagai pihak, termasuk tenaga kerja di IHT dan seluruh mata rantai industri sehingga berpotensi memunculkan permasalahan di kemudian hari.

Anggota Komisi XI DPR RI Willy Aditya mengatakan, pemerintah perlu berhati-hati terkait kebijakan CHT yang melibatkan berbagai komponen di dalamnya, termasuk pekerja pelinting SKT. 

Willy juga menegaskan pemerintah perlu melihat CHT dalam bingkai yang seimbang antara sumbangan pendapatan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan kontribusinya bagi mata rantai pemangku kepentingan IHT.

”Saya berkeyakinan pemerintah akan bijak menentukan kewajaran angka kenaikan cukai hasil tembakau. Proyeksi-proyeksi ekonomi yang dipatok pemerintah juga perlu menjadi pertimbangan apakah perlu atau tidaknya menaikkan CHT,” tegasnya.