Selain Digital, Anindya Bakrie Ingatkan Dua Revolusi Ini Bakal Dihadapi Dunia di Masa Depan
- VIVA/B.S. Putra (Medan)
VIVA Bisnis – Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie mengungkapkan, terdapat dua revolusi yang akan terjadi di masa mendatang. Kedua revolusi itu dapat dimanfaatkan untuk memajukkan Indonesia.
Anindya mengatakan, saat ini revolusi besar yang selalu dibicarakan adalah digitalisasi. Karena yang mana sebelumnya jarang menggunakan telepon genggam saat ini semua orang memanfaatkannya.
"Tapi ke depannya ada dua revolusi yang akan kejadian di depan kita. Dan terserah daripada kita bagaimana kita menyikapinya," ujar Anindya pada acara Dies Natalis ke-70 Universitas Sumatera Utara, Kamis 20 Oktober 2022.
Adapun kedua revolusi tersebut diantaranya, revolusi sustainability atau keberlanjutan. Sebab dengan adanya perubahan iklim berbasis elektronik dan energi baru terbarukan itu dapat dimanfaatkan.
"Ini revolusi yang sangat besar dan kita bisa manfaatkan sebagai bangsa," tegasnya.
Kemudian revolusi selanjutnya adalah ilmu hayati. Anindya menuturkan, revolusi itu dapat dimanfaatkan karena dengan adanya COVID-19 itu dapat dimanfaatkan untuk pengobatan.
"Sehingga ke depannya ilmu genomic sequencing ini akan jadi sangat penting, mengingat pengobatan yang presisi atau partikular itu akan menjadi suatu daya tahan dan daya saing itu sendiri," tuturnya.
Dengan hal itu Anindya mengatakan, untuk posisi Indonesia saat ini patut disyukuri sebab produk domestik bruto (PDB) RI ada di atas US$4.000 per kapita.
"Sehingga US$4.000 dikalikan Rp 275 juta membuat kita menjadi negara terbesar ke 15 di dunia. Ini lah sebabnya kita bisa menjadi pimpinan G20 di Bali, jadi menjadi pimpinan G20 bukan hanya menjadi EO, tapi kita mempunyai hak di sana untuk menjadi top 15 pada saat ini," imbuhnya.
Bila dilihat berdasarkan pertumbuhan kata dia, Indonesia ada di posisi ketiga. Untuk inflasi RI menempati posisi ketiga, pertukaran rupiah posisi keempat. Kemudian kenaikan stock market ada di posisi kedua.
"Hal hal inilah yang membuat orang percaya bahwa di tahun 2035 kita tetap di G20 tapi bukan top 15 Kita mungkin ada di top 7 atau 8. Kembali lagi momentum itu tidak datang dua kali," ungkapnya.