Dugaan Korupsi Impor Garam, Kemenperin: Sudah Sesuai Prosedur

Ilustrasi garam.
Sumber :
  • Pixabay/bykst

VIVA Bisnis – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, penetapan kebutuhan impor garam yang diperuntukkan kepada industri transparan dan sesuai prosedur. Hal itu menanggapi atas penyidikan Kejagung atas dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016-2022.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian sekaligus Staf Khusus Menteri Perindustrian Bidang Pengawasan Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, Kemenperin telah menghitung kebutuhan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi sektor industri. Berdasarkan surat pengajuan dari asosiasi industri maupun survei bersama kementerian dan lembaga terkait.

Tak hanya itu terangnya, dalam penetapan kuota impor juga dilakukan pembahasan lintas kementerian dan lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta koordinasi dengan Bareskrim Polri dan melakukan rapat terbatas dengan Wakil Presiden.

Baca juga: RI Butuh Impor Daging untuk Penuhi Konsumsi 59 Ribu Ton per Bulan

“Artinya, penetapan kebutuhan impor garam untuk industri sudah transparan dan sesuai prosedur, dan menggambarkan kebutuhan sektor industri manufaktur secara keseluruhan, baik yang membutuhkan garam dari impor maupun dari lokal seperti sektor industri tekstil, penyamakan kulit, dan lainnya,” kata Febri dalam keterangan, Senin 10 Oktober 2022.

Febri menyebutkan, itu tercermin dalam rekomendasi dari Kemenperin maupun Persetujuan Impor (PI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan sebesar 3,16 juta ton pada 2018.

“Jadi, di bawah angka kebutuhan 3,7 juta ton. Sedangkan realisasi impor pada tahun 2018 itu sebesar 2,84 juta ton,” jelasnya.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia / Kemenperin RI

Photo :
  • vivanews/Andry Daud

Dia menjelaskan, penggunaan garam impor diverifikasi oleh lembaga independen pada saat verifikasi untuk kebutuhan tahun berikutnya. Selain itu, perusahaan menyampaikan laporan kepada Kemenperin setiap triwulan.

“Realisasi impor pada kenyataannya selama ini selalu lebih kecil daripada PI yang diterbitkan karena industri pun tidak akan melakukan impor jika memang tidak memerlukan impor. Sedangkan PI tersebut merupakan rencana dari industri,” ujarnya.