BPK Soroti BI-Fast, Ini Respons Bank Indonesia
VIVA – Bank Indonesia (BI) merespons atas sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terhadap sistem pembayaran ritel non tunai Bank Indonesia Fast Payment atau BI Fast yang diluncurkan sejak 2021.
Melalui laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2022, BPK menyebut BI belum memiliki pedoman baku. Untuk menghitung biaya transfer dana dan belum memiliki peraturan mengenai tata cara pengenaan biaya transfer dana sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.
"Akibatnya, biaya transfer BI Fast tidak transparan dan akuntabel," tulis laporan IHPS I 2022 BPK seperti dikutip VIVA, Jumat, 7 Oktober 2022.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono mengatakan, pihaknya sudah membahas temuan BPK tersebut dalam rapat internal. Di mana perbedaan tarif transfer saat ini merupakan bagian dari digitalisasi.
"Salah satu percepatan digitalisasi itu lewat pembayaran. Kalau pembayaran lebih murah, digitalisasi itu jadi lebih cepat," kata Erwin.
Diketahui, biaya transfer melalui BI Fast sebesar Rp 2.500 atau lebih murah bila dibandingkan dengan biaya transfer umum sebesar Rp 6.500 per transaksi.
Adapun dengan temuan tersebut terangnya, merupakan bagian dari pricing policy. Karena pada saat BI menyusun pricing policy, sudah mempertimbangkan berbagai hal, tak hanya elemen pengembalian investasi tetapi juga elemen policy itu sendiri.
Untuk itu, Erwin menganggap temuan BPK tersebut merupakan salah satu proses menuju sesuatu yang lebih baik. " Dalam prosesnya BPK melihat ada yang perlu diperbaiki ya kami perbaiki," ujarnya.
"Pasti kami tindak lanjuti, karena semuanya berniat baik. BPK tentu saja akan menjaga government dan kami tentu saja sebagai government, policy untuk percepatan digitalisasi salah satunya melalui pricing policy ya akan kami lakukan," tambahnya.