2023 Bakal Ada Resesi, Purbaya: RI Punya Cara Jitu Menghindar

Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Bisnis – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Sadewa optimistis ekonomi Indonesia masih akan mampu tumbuh dengan baik pada tahun depan. Hal itu bisa terjadi meskipun di tengah adanya ancaman resesi global.

Purbaya menuturkan Indonesia sudah menemukan cara yang jitu untuk menghindari dan meringankan tekanan eksternal sehingga terlatih dalam menghadapi krisis global tersebut.

“Kalau saya lihat dari pengalaman kita selama ini dan strategi yang sudah kita terapkan selama ini, kita sudah menemukan cara jitu untuk menghindari atau meringankan tekanan negatif dari luar,” kata Purbaya dikutip dari Antara, Kamis 6 Oktober 2022.

Baca juga: Harga Emas Hari Ini 6 Oktober 2022: Global Naik, Antam Amblas

Ia mengatakan bahwa siklus bisnis Indonesia paling pendek tujuh tahun, jadi jika Indonesia resesi pada 2020 dan mulai pulih pada 2021 seharusnya perbaikan ekonomi ini bisa ekspansi maksimal sampai 2028.

“Itu paling tidak. Kalau kita pintar sedikit maka 10 tahun kita bisa ekspansi atau sampai 2031 nanti,” katanya.

Untuk itu, kata dia, dengan masih bisa tumbuhnya ekonomi pada tahun depan, maka sektor perbankan diharapkan tidak terlalu takut dan pesimistis terhadap prospek ekonomi Indonesia ke depan.

Ia pun mengakui banyak orang khawatir ekonomi tahun depan akan susah karena global diprediksikan mengalami resesi seiring adanya berbagai tantangan pasca pandemi COVID-19.

Ilustrasi resesi global

Photo :
  • U-Report

Tantangan itu di antaranya meliputi kenaikan inflasi dan harga energi, pelemahan beberapa ekonomi utama dunia seperti Amerika Serikat dan Tiongkok serta kenaikan suku bunga.

Hal tersebut membuat masyarakat hidup di era yang penuh dengan gejolak, ketidakpastian, kompleks dan ambigu.

Bahkan berbagai lembaga internasional memperkirakan ekonomi global hanya tumbuh sebesar 2,9 persen sampai 3,2 persen untuk 2022 sedangkan tahun depan hanya 2,8 persen sampai 3 persen.

“Pelambatan ekonomi yang dikombinasikan kenaikan harga akhirnya dapat memicu risiko terjadinya stagflasi di beberapa negara,” ujarnya. (Ant)