Defisit APBN 2023 Dipatok 3 Persen, Strategi Sri Mulyani Atasi Krisis?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • M Yudha P/VIVA.co.id

VIVA Bisnis  – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, Indonesia akan menghadapi ketidakpastian yang terjadi akibat dari meningkatnya harga komoditas utama. Dalam hal ini adalah suplai pangan, energi, dan utang, sehingga APBN kembali menerapkan disiplin fiskal.

Ani begitu sapaan akrabnya mengatakan, sesuai dengan task force yang dibentuk oleh PBB yang berfokus pada pangan, energi, dan utang. Pemerintah memuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), defisit tidak lebih dari 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Ketidakpastian yang cenderung meningkatkan suku bunga, capital outflow, ya memang kita harus mengurangi defisit (3 persen)," kata Ani dalam telekonferensi, Rabu 7 September 2022.

Baca juga: Harga BBM Malaysia Kok Lebih Murah dari RI, Ternyata Ini Sebabnya

Hal itu dilakukan jelasnya, karena jika defisit Indonesia masih tinggi membuat pasar melihat bahwa Indonesia ada di posisi rentan.

"Karena kalau defisit masih sangat besar, sehingga di market kita terlihat harus melakukan financing maka kita akan terkena hit dengan cost of fund yang sangat tinggi," ucapnya.

Maka dari itu di berbagai negara yang menghadapi revolving risk dari sisi fiskal. Negara tersebut harus membayar dengan sangat tinggi.

"Jadi dalam hal ini sebenarnya justru kita sedang mengelola sebuah risiko baru sesudah pandemi itu. Dari tadinya risiko kesehatan, sekarang menjadi risiko financial dan geopolitik yang menimbulkan imbas sangat besar dan kemudian berujung pada inflasi," ujar dia.

Ilustrasi tumpukan uang rupiah

Photo :
  • U-Report

Adapun mengenai, apakah APBN masih mampu untuk menjaga rakyat, Ani mengatakan bahwa ukuran APBN akan meningkat di atas Rp 3.000 triliun.

"Pertama kali, tahun ini melonjak ke Rp 3.000 triliun dari Rp 2.750 triliun, itu murni karena kita menaikkan subsidi BBM dan energi, lebih dari tiga kali lipat,” jelasnya.

Seperti diketahui hal itu disebabkan oleh penambahan alokasi anggaran dari subsidi dan kompensasi energi dari Rp 152 triliun menjadi Rp 502,4 triliun.