Ekonom: Tidak Ada Urgensi Menaikkan Harga BBM Subsidi

Ilustrasi harga BBM.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA Bisnis – Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengemukakan pendapatnya terkait rencana kenaikan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar. Menurutnya, untuk saat ini, sebetulnya tidak ada urgensi untuk menaikkan harga BBM subsidi.

Ia menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang dengan mantap mengatakan bahwa  Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemungkinan akan mengumumkan kenaikan harga Pertalite dan Solar.  Hingga saat ini, lanjut dia, tampaknya belum ada tanda-tanda Presiden Jokowi akan mengumumkan kenaikan harga BBM Subsidi. 

Fahmy mengatakan, kenaikan harga Pertalite menjadi Rp 10.000 dan harga Solar menjadi Rp 8.500 sudah pasti akan menyulut inflasi

"Kontribusi inflasi kenaikan harga Pertalite diperkirakan sebesar 0,93 persen, sedangkan kenaikan harga Solar diperkirakan sebesar 1,04 persen, sehingga sumbangan inflasi kenaikan Pertalite dan Solar diperkirakan bisa mencapai 1,97 persen," katanya kepada VIVA Bisnis dikutip Kamis, 25 Agustus 2022.

Pertalite raib di sejumlah SPBU di Jabodetabek.

Photo :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya

Dengan inflasi yang tinggi, Fahmy menilai akan memperpuruk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah dicapai dengan susah payah sebesar 5,4 persen. 

"Selain itu, inflasi (yang diperkirakan) sebesar 7,17 persen akan menaikkan harga-harga kebutuhan pokok yang memperberat beban rakyat, terutama rakyat miskin," katanya.

Bahkan, Fahmy menegaskan, rakyat miskin yang tidak pernah menikmati subsidi BBM lantaran tidak punya kendaraan bermotor juga harus berkorban akibat penaikan harga BBM Subsidi. 

Dalam berbagai kesempatan, kata Fahmy, Presiden Jokowi mengatakan bahwa opsi kebijakan yang akan dipilih terkait subsidi BBM adalah tidak memberatkan beban rakyat miskin.

"Berdasarkan pernyataan Jokowi itu sesungguhnya mengisyaratkan bahwa Jokowi tidak menaikkan harga BBM Subsidi dalam waktu dekat ini, karena pertaruhannya cukup besar," ucapnya.

APBN Punya Tambahan Pemasukan dari Naiknya Harga Komoditas

Batu Bara dari site BUMI, PT Kaltim Prima Coal, Sangatta, Kalimantan Timur.

Photo :
  • Dok. BUMI

Memang, lanjut dia, beban APBN untuk subsidi energi semakin membengkak hingga mencapai Rp 502,4 triliun. 

Namun perlu diingat bahwa beban subsidi Rp 502,4 triliun adalah 'total anggaran subsidi energi' yang terdiri dari subsidi BBM, LPG 3 Kg, dan Listrik yang diperhitungkan berdasarkan beberapa asumsi harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan inflasi. 

"Sedangkan, realisasi yang benar-benar dikeluarkan (cash out flow) per 31 Juli 2022 total subsidi energi baru sebesar Rp 88,7 trliun, untuk realisasi anggaran subsidi BBM dan LPG 3 Kg baru sebesar Rp 62,7 triliun. Dengan beban pengeluaran sebesar itu, Menteri Keuangan Srimulyani dengan entengnya (bisa) menambah kuota Pertalite sebesar 5 juta KL," kata dia. 

Ia melanjutkan, di samping pengeluaran riil subsidi BBM (cash out flow), ada juga tambahan pemasukan riil (cash inflow) di APBN akibat kenaikan harga komoditi ekspor yang meningkat. 

"Berdasarkan komposisi tambahan pemasukan dan pengeluaran APBN 2022 sesungguhnya tidak ada urgensi menaikkan harga BBM Subsidi pekan ini, bahan tidak juga tahun ini!," tegasnya.