Simak, Ini Alasan Pelaku Industri Vape Tolak Revisi PP 109/2012
- dok. pixabay
VIVA Bisnis – Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menolak revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109 tahun 2012. Revisi ini juga akan mengatur produk tembakau berupa rokok produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) yang mencakup Industri Rokok Elektrik.
Sebelumnya ini tidak termasuk dalam PP 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan tersebut.
Ketua Bidang Investasi dan Penanaman Modal APVI, I Gusti Tisna Wijaya mengatakan, industri rokok elektrik saat ini sudah berhasil menarik para investor asing. Hal ini memberikan dampak positif dalam sisi ketenagakerjaan dan devisa bagi Republik Indonesia.
Pada tahun 2022, lanjut dia, industri rokok elektrik telah berkontribusi dalam pendapatan negara hingga lebih dari Rp2 triliun. Diharapkan ke depannya akan lebih banyak lagi investor asing yang akan masuk.
“Besar harapan agar pemerintah dapat kembali mempertimbangkan regulasi yang tepat untuk industri rokok elektrik,” ujarnya dikutip dalam keterangan tertulis, Jumat, 29 Juli 2022.
Dikhawatirkan Muncul Pasar Ilegal Vape
I Gusti melanjutkan, jika regulasi yang ditetapkan untuk industri rokok elektrik ini tidak tepat, dikhawatirkan akan memunculkan pasar ilegal di Indonesia
Hal senada disampaikan Ketua Umum APVI, Aryo Andrianto. Menurutnya, hal yang menjadi perhatian pihaknya adalah akan muncul rokok elektrik ilegal.
"Dengan tertekannya industri rokok elektrik legal, apabila disahkannya RPP Nomor 109 Tahun 2012 ini, maka akan mendorong usaha ilegal berkembang di Indonesia demi memenuhi permintaan konsumen yang saat ini telah menggunakan rokok elektrik," katanya.
Pengguna rokok elektrik, lanjut dia, jumlahnya diperkirakan mencapai 2,5 juta orang. "Maka hal ini tentunya akan merugikan semua pihak.” Ujar Aryo.
Memang tidak dapat dipungkiri, lanjut Aryo, perdagangan gelap dan barang-barang ilegal merupakan salah satu permasalahan besar yang hingga saat ini masih terus terjadi di Indonesia.
“Melalui maraknya perdagangan gelap, bukan hanya para pedagang barang-barang yang legal yang dirugikan, tetapi juga negara yang akan kehilangan pemasukan negara, hingga para konsumen. Karena mereka akan mendapatkan dan mengkonsumsi barang-barang yang tidak diregulasi dan tidak jarang juga sangat berbahaya,” kata dia.
Diusulkan Dibuat Sesuai dengan Tingkat Risikonya
Sementara itu, Sekretaris Jendral APVI, Garindra Kartasasmita, yang mengatakan, regulasi haruslah dibuat sesuai dengan tingkat risikonya.
"Meningkatnya kebutuhan akan produk-produk yang lebih rendah risiko dialami oleh hampir semua produk harm reduction, dan terjadi di hampir seluruh dunia," kata dia.
APVI sebagai yang menaungi industri Rokok Elektrik di Indonesia berharap agar pemerintah dapat membuat regulasi terpisah dari PP Nomor 109 Tahun 2012, sesuai dengan profil resiko yang dimiliki oleh produk Rokok Elektrik.
Rincian Pasal yang Dinilai Merugikan Industri Vape
Untuk diketahui, dengan dimasukkannya HPTL dalam Revisi PP 109/2012, industri Rokok Elektrik akan dianggap dapat merugikan banyak pihak-pihak, baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam keterangan APVI, ada pasal-pasal pada peraturan baru dinilai tidak relevan, contohnya. Pertama, menyantumkan gambar peringatan kesehatan menjadi 90 persen juga berpotensi melanggar hak pelaku usaha yang telah mendapatkan pengesahan terhadap logo dan merek dagang.
Kedua, pada kemasan produk tembakau harus menyantumkan ‘mengandung lebih dari 7000 zat kimia berbahaya serta lebih dari 69 zat penyebab kanker’, pasal tersebut dinilai tidak relevan dengan kandungan produk Rokok Elektrik.
Sebab, lanjut APVI, sejak dilegalkannya Industri Vape tahun 2018 yang lalu, tidak dapat dipungkiri bahwa industri ini berkembang pesat dan memberikan banyak dampak-dampak positif, baik bagi industri ini sendiri, industri lain yang terkait, serta juga berdampak positif bagi negara.
Selain itu, kontribusi cukai industri Rokok Elektrik disebut menyumbang hampir Rp200 miliar hanya dalam waktu 4 bulan pertama pengenaannya, yaitu September sampai dengan Desember 2018.