Alasan Pertambangan Tanpa Izin Harus Tuntas Ditertibkan di Indonesia

Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia.
Sumber :
  • istimewa

VIVA Bisnis – Tidak hanya untuk menegakkan peraturan, penertiban Pertambangan Tanpa Izin atau PETI dinilai bisa menciptakan penerimaan negara secara lebih optimal. Untuk itu, PETI harus diberantas melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menegaskan penyelesaian PETI harus total football. Governance dari perusahaan, hubungan perusahaan dengan masyarakat sangat berhubungan dengan maraknya kegiatan PETI karena akarnya adalah kesenjangan sosial.

“Yang kami harapkan adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan berkah dari lonjakan harga (komoditas), karena sangat krusial bagi cadangan sumber daya minerba dan investasi,” kata Hendra dalam Webinar Solusi Kebersamaan E2S, Kamis 28 Juli 2022.

Baca juga: Respons Sri Mulyani Usai The Fed Naikkan Suku Bunga Secara Agresif

Menurut dia, PETI seringkali marak terjadi ketika ada lonjakan harga komoditas. Sehingga, disparitas harga tinggi memberikan peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 

Selain itu, banyak kegiatan di titik pertambangan tanpa izin ada di sektor mineral. Meski banyak di konsesi penambangan mineral dibanding batu bara, namun nilai kerugian lebih masif di batu bara. “PETI tidak hanya merugikan penambang, tapi juga negara dan masyarakat,” kata dia. 

Meski dalam beberapa bulan terakhir harga batu bara melandai, praktis sejak Oktober 2021 lonjakan harga sudah di atas rata-rata. Dengan kondisi harga saat ini dikhawatirkan kegiatan PETI akan makin marak ke depannya.

“Jadi perlu diselesaikan secara permanen. Ini bukan hanya keinginan pemerintah saja, tapi pelaku usaha agar kegiatan PETI bisa diselesaikan secara permanen,” kata Hendra.

Lokasi tambang batu bara di Sawahlunto, Sumatera Barat, ditutup dan dilingkari garis polisi setelah peristiwa ledakan yang melukai dua pekerja pada 29 Maret 2017.

Photo :
  • VIVA.co.id/Andri Mardiansyah

Sementara, hal serupa juga disampaikan Inspektur Tambang Ahli Madya dan Ketua Kelompok Kerja Pertambangan Rakyat dan Pembinaan Aspek Teknik dan Lingkungan Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral Ditjen Minerba Kementerian ESDM Antonius Agung Setiawan.

Menurut Antonius, Kementerian ESDM tidak menutup mata terhadap merebaknya PETI, meski aturannya hanya ada di UU No. 3/2020. 

“Hal-hal berupa formalisasi supaya kegiatan pertambangan ini legal dan berpihak pada rakyat akan terus diupayakan dalam rangka meningkatkan kemakmuran bangsa dan negara,” kata dia. 

Ia mengatakan, PETI disebabkan adanya keterbatasan lapangan kerja, desakan ekonomi, tidak diperlukan syarat pendidikan, tergiur hasil yang instan, dan mudah dikerjakan. 

"Pelaku PETI umumnya merupakan masyarakat yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan pekerjaan di bidang formal," kata dia.

Untuk itu, strategi pemerintah untuk menangani PETI tentunya berlandaskan hukum pertambangan tanpa izin, yakni pasal tindak pidana PETI adalah UU No. 3/2020 jo UU No. 4/2009 pasal 158, 160, 161. Tidak ada dasar hukum lagi selain yang ada di UU tersebut.

"Amunisi dari sisi regulasinya sangat kurang menurut saya. Penafsiran kami adanya kegiatan PETI ini masuk ranah pidana," tegas dia. 

Antonius mengungkapkan jika dibandingkan dengan sektor kehutanan atau kelautan, PETI ini sangat berbeda. Di kehutanan ada perangkat untuk mengamankan hutan, demikian juga wilayah laut. 

"UU No. 3/2020 bukan UU kewilayahan, tapi UU Pengelolaan untuk mengusahakan minerba," ujarnya.

Inspektur Tambang Ahli Madya Kementerian ESDM Antonius Agung Setiawan.

Photo :
  • istimewa

Strategi dan upaya penanganan PETI yang dilakukan Kementerian ESDM, menurut Antonius, dengan melakukan penataan wilayah pertambangan dan regulasi guna mendukung pertambangan berbasis rakyat, meningkatkan peran PPNS dalam pembinaan terhadap pertambangan berbasis rakyat, pendataan dan pemantauan kegiatan PETI oleh inspektur tambang, hingga upaya formalisasi menjadi wilayah pertambangan rakyat dan IPR.

Strategi lain, upaya pemulihan kerusakan lahan bekas PETI, upaya pengendalian peredaran dan penggunaan limbah B3, upaya penegakan hukum, identifikasi lokasi PETI dengan analisis dan penginderaan jauh. 

“Tidak hanya itu, upaya penegakan hukum dilakukan dengan intervensi pemerintah melalui pemberlakuan syarat dokumen penjualan komoditas tambang serta peningkatan pengawasan pemasaran,” katanya.  

Pemerintah juga melakukan pemutusan rantai pasok bahan baku dan mata rantai penjualan hasil PETI melalui koordinasi bersama Polri dan Pemda. Penguatan pengawasan oleh PPNS berkoordinasi dengan Polri, dan Gakkum KLHK.