Rupiah Terdepresiasi 4,9% Year to Date, BI: Volatilitas Masih Terjaga
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA Bisnis – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengakui, nilai tukar rupiah mengalami tekanan yang meningkat. Hal itu sebagaimana dialami oleh mata uang regional lainnya, di tengah ketidakpastian pasar global yang tengah meningkat tinggi.
"Nilai tukar rupiah pada 20 Juli 2022 terdepresiasi 0,6 persen point-to-point dibandingkan akhir Juni 2022, namun dengan volatilitas yang terjaga," kata Perry dalam telekonferensi, Kamis 21 Juli 2022.
Perry menjelaskan, depresiasi tersebut sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara. Hal itu untuk merespons peningkatan tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global, di tengah persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap positif.
"Dengan perkembangan ini, nilai tukar rupiah sampai dengan 20 Juli 2022 terdepresiasi 4,9 persen year-to-date, dibandingkan dengan level akhir tahun 2021," ujar Perry.
Lebih Baik dari Negara Berkembang Lain
Perry menilai, kondisi depresiasi rupiah itu masih relatif lebih baik, jika dibandingkan dengan depresiasi mata uang milik sejumlah negara berkembang lainnya. Misalnya seperti Malaysia yang terdepresiasi sampai 6,4 persen, India 7,07 persen, dan Thailand yang terdepresiasi hingga 8,88 persen.
"Ke depannya, Bank Indonesia akan terus melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah, sebagai upaya untuk mendukung pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ujarnya.