5 Fakta Uang Rupiah Digital, Apa Bedanya dengan Uang Elektronik?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022 - Side Events G20 di Bali, 11 Juli 2022.
Sumber :
  • VIVA/Fikri Halim

VIVA Bisnis – Era digital ini, transaksi jual beli dengan mudah menggunakan uang elektronik. Bank Indonesia akan segera meluncurkan sistem pembayaran digital baru yang disebut sebagai Central Bank Digital Currency (CBDC) atau rupiah digital.

Digitalisasi dan pandemi COVID-19 membuat asset kripto tumbuh cepat seiring pertumbuhan ekonomi yang turun tajam, diikuti kegijakan moneter dan fiscal longgar yang terjadi secara merata di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia.

Menurut Deputi Gubernur BI, Doni Primanto Joewono, di Nusa Dua Bali pada Selasa, 12 Juli 2022, pihaknya sedang menyiapkan regulasi untuk mengurangi risiko dalam transaksi rupiah di masa depan. Simak fakta-fakta rupiah digital berikut ini.

1. Alasan penerbitan rupiah digital

Dalam sebuah acara yang diselenggarakan di Bali, Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono mengatakan, keberadaan asset kripto menjadi latar belakang munculnya rupiah digital.

Asset kripto dinilai berpotensi menimbulkan sumber resiko baru yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi, moneter, dan sistem keuangan.

Demi mengatasi risiko terhadap stabilitas dari asset kripto tersebut, dibutuhkan kerangka regulasi untuk mengatasinya.

2. Tujuan menerbitkan rupiah digital

Doni menjelaskan bahwa BI memiliki 6 tujuan dalam menerbitkan rupiah digital. Diantaranya, BI ingin menyediakan alat pembayaran digital yang beresiko rendah menggunakan rupiah digital, memitigasi risiko non-sovereign digital currency, memperluas efisiensi dan ketahapan system pembayaran, memperluas inklusi keuangan, menyediakan instrument kebijakan moneter baru, hingga memfasilitasi distribusi subsidi fiskal.

3. Mendapatkan berbagai dukungan dalam mencetuskan rupiah digital

Mayoritas bank sentral dunia telah mulai melakukan tahapan riset dan percobaan sesuai dengan karakteristik negaranya masing-masing. Selain itu, dukungan dan masukan industri juga adalah masukan penting bagi bank sentral dalam merencanakan desain CBDC. 

Berbagai bank sentral berhati-hati dan terus mempelajari kemungkinan dampak dari CBDC tersebut, termasuk Indonesia. Bank Indonesia terus mendalami CBDC dan akhir tahun ini berada pada tahap untuk mengeluarkan white paper pengembangan Digital Rupiah.

4. Syarat meluncurkan rupiah digital 

Penerbitan CBDC juga membutuhkan tiga pre-requisite yang perlu dipastikan untuk dimiliki suatu negara. Dikutip dari siaran pers BI, syarat tersebut diantaranya:

- Desain CBDC yang tidak mengganggu stabilitas moneter dan sistem keuangan.
- Desain CBDC yang 3i (Integrated, interconnected, and Interoperable) dengan infrastruktur FMI-Sistem Pembayaran.
- Pentingnya teknologi yang digunakan pada tahap eksperimen untuk memahami bagaimana CBDC dapat diimplementasikan (DLT-Blockchain dan non-DLT). 

5. Berbeda dengan e-money dan e-wallet

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Ryan Rizaldy mengatakan, perbedaan rupiah digital dengan uang elektronik dan dompet digital terletak pada pihak penerbitnya.

Jika SBDC ini diterbitkan oleh bank sentral, sementara uang elektronik lainnya seperti e-money, Ovo dan lainnya di terbitkan oleh non-bank. Lantaran rupiah digital di terbitkan oleh bank sentral, maka uangnya lebih terjamin keamanannya.