Soal Pelabelan BPA, KPPU Diminta Koordinasi Intensif dengan BPOM

Tukang galon.
Sumber :
  • Instagram/guyonankekinian

VIVA – Pakar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Mursal Maulana mengimbau semua pihak terkait pelabelan Bisfenol A (BPA) bersikap wait and see terkait efektifitasnya.

Sebab, kebijakan label BPA pada produk air minum dalam kemasan galon berbahan plastik keras (polikarbonat) dikeluarkan untuk kepentingan konsumen.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai otoritas pengawas pun sebaiknya berkoordinasi intensif dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait kebijakan ini

"Isu kesehatan publik dan kebijakan kompetisi memiliki dua objek yang berbeda. Jadi menurut saya, ini persoalan koordinasi di antara lembaga negara. KPPU bisa berkoordinasi dengan BPOM dan melakukan kajian bersama," ujar Mursal dikutip dari keterangannya, Jumat, 1 Juli 2022.

Hal itu dikatakannya menanggapi pernyataan Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Chandra Setiawan yang menyebutkan secara pribadi tidak setuju ada pelabelan Bisfenol A (BPA) terhadap kemasan galon guna ulang dengan alasan hal itu sama dengan menyerahkan pengawasan kepada masyarakat.

Mursal menjelaskan, koordinasi itu penting dilakukan sebab isu kesehatan publik acapkali bersentuhan dengan isu persaingan usaha. Seperti dalam rencana BPOM menerapkan peraturan pelabelan BPA ini.

Namun demikian, dia tetap berpandangan bahwa KPPU baru bisa menggunakan kewenangannya jika lembaga itu menemukan praktik riil persaingan usaha tidak sehat. Khususnya yang terkait dengan peraturan BPOM tersebut.

Mursal menegaskan, BPOM dan KPPU adalah dua lembaga yang memiliki wewenang di wilayah berbeda. Wilayah wewenang BPOM adalah kesehatan publik yang berhubungan langsung dengan masyarakat, sedangkan KPPU berwenang di wilayah praktik dan perjanjian bisnis.

Ilustrasi galon.

Photo :
  • Pixabay

“KPPU itu murni melihat B2B (business to business) untuk menjamin tidak adanya praktik persaingan usaha tidak sehat, seperti monopoli dan kartel,” katanya.

Kesehatan publik, menurut Mursal, merupakan isu pelindungan hak asasi manusia, oleh karena itu BPOM sesuai amanat konstitusi perlu mengeluarkan kebijakan pelabelan BPA tersebut.

“Jika yakin ini murni untuk melindungi kesehatan masyarakat apalagi sudah melakukan riset saintifik tentang dampak BPA, BPOM bisa tetap menerapkan kebijakan tersebut karena ini amanat Konstitusi.”

BPA merupakan bahan kimia yang menjadi bahan baku dalam proses produksi kemasan plastik keras atau polikarbonat. Seperti galon guna ulang yang digunakan industri air minum dalam kemasan yang mana 94 persen galon guna ulang yang beredar terbuat dari polikarbonat.