Inflasi Mei Tertinggi Sejak Desember 2017, BKF: Daya Beli Mulai Pulih
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA – Laju inflasi pada Mei 2022 melanjutkan tren peningkatan. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyatakan, inflasi 3,55 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Mei itu merupakan yang tertinggi sejak Desember 2017.
Kepala BKF, Febrio Kacaribu mengungkapkan, hal itu dipengaruhi oleh tekanan harga komoditas global dan dampak dari kenaikan permintaan Lebaran.
“Komoditas pangan memberikan kontribusi terbesar, secara bulan ke bulan inflasi Mei tercatat menurun ke level 0,40 persen (April 2022 0,95 persen). Perkembangan inflasi inti didorong oleh daya beli masyarakat yang semakin pulih di tengah dampak dari kenaikan harga komoditas global,” kata Febrio dalam keterangannya, Jumat 3 Juni 2022.
Febrio mengatakan, juga terdapat peningkatan inflasi pada komoditas jasa di antaranya rekreasi dan jasa restoran. Di samping itu, komoditas inti pangan juga mengalami kenaikan seperti, ikan segar dan roti manis.
Selain itu, terdapat perlambatan inflasi sandang dan perawatan pribadi seiring normalisasi permintaan setelah Lebaran. Untuk inflasi harga pangan bergejolak kembali meningkat sebesar 6,05 persen dibanding April di 5,48 persen.
Beberapa komoditas yang meningkat antara lain, telur dan daging ayam ras yang naik karena adanya peningkatan harga pakan. Serta bawang merah akibat minimnya pasokan dari sentra produksi. Kemudian dari pelarangan ekspor crude palm oil (CPO), yang didukung dengan pengawasan distribusi yang semakin baik mampu mendorong penurunan harga minyak goreng.
“Ke depan, perlu diwaspadai faktor musim kemarau basah yang mendorong penurunan produktivitas aneka cabai dan kenaikan harga pupuk yang dapat mendorong naiknya harga bahan pangan umum seiring pembatasan ekspor pangan dan pupuk di 10 negara,” tegasnya.
Sementara itu, untuk inflasi harga diatur pemerintah (administered price) Mei 2022 bergerak stabil di angka 4,83 persen secara year on year (yoy). Untuk inflasi tertinggi disumbang oleh tarif angkutan udara seiring momentum arus balik Lebaran dan hari libur.
“Selain karena peningkatan permintaan, kenaikan tarif juga dipengaruhi oleh penyesuaian akibat kenaikan biaya produksi. Sementara itu, inflasi energi hanya naik tipis.,” jelasnya.
Febrio mengatakan, dalam menjaga proses pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat, terutama akses terhadap kebutuhan pangan dan energi. Pemerintah bersama dengan DPR RI telah menyetujui tambahan alokasi subsidi dan kompensasi dalam APBN 2022.
“Hal tersebut menunjukkan peran APBN sebagai shock absorber yang semakin kuat untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga komoditas energi dan pangan global,” terangnya.