Dilarang Ekspor, Ini Dampak ke Harga Minyak Goreng Global dan Domestik
- Antara/Zabur Karuru
VIVA – Presiden Jokowi pada Jumat pekan lalu resmi mengumumkan pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng. Di mana kebijakan itu mulai diberlakukan pada Kamis, 28 April 2022.
Melalui pengumuman kebijakan presiden tersebut, dari data Trading Economics dan Insider Inc tercatat harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar internasional naik 73 persen secara tahunan. Kemudian harga minyak nabati jenis soybean oil naik 12,07 persen di periode yang sama.
“Artinya pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng, meski belum diberlakukan sudah direspons oleh pasar internasional,” jelas Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, saat dihubungi VIVA, Senin 25 April 2022.
Baca juga: Harga Emas Hari Ini 25 April 2022: Global dan Antam Masih Amblas
Sementara itu, dari dalam negeri berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, sebelum dari pengumuman kebijakan pelarangan ekspor tersebut pada Kamis 21 April harga minyak goreng curah nasional per kilogram (kg) sebesar Rp20.000, minyak goreng kemasan bermerk 1 kg senilai Rp26.900, dan minyak goreng kemasan bermerek 2 kg sebesar Rp26.000.
Adapun setelah kebijakan tersebut, pada hari ini 25 April untuk harga minyak goreng curah lebih mahal sebesar Rp20.750 kg, minyak goreng kemasan bermerk 1 kg naik menjadi Rp27.150, dan minyak goreng kemasan bermerk 2 kg sebesar Rp25.950.
Bhima mengatakan, jika pemerintah hanya ingin memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri tidak perlu melakukan setop ekspor. Dari dilakukannya kebijakan pemberhentian ekspor tersebut, tidak akan menyelesaikan masalah.
“Justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri. India, China, Pakistan yang akan memberikan respons karena mereka importir CPO terbesar dan merasa dirugikan dengan kebijakan ini,” ungkapnya.
Bhima melanjutkan, dengan itu akan menimbulkan biaya produksi manufaktur maupun harga barang konsumsi India, China, dan Pakistan akan naik secara signifikan. Dan Indonesia akan menjadi negara yang disalahkan.
“Dalam kondisi terburuk bisa timbulkan retaliasi atau pembalasan yakni negara yang merasa dirugikan setop mengirim bahan baku yang dibutuhkan Indonesia. Fatal itu,” tegasnya.