BPOM Sesalkan Masih Ada Industri yang Salah Persepsi soal Aturan BPA

Ilustrasi galon.
Ilustrasi galon.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Badan Pengawas Obat dan Makanan menyesalkan masih adanya produsen air kemasan yang keras kepala menentang rencana pelabelan risiko Bisfenol A (BPA). 

Padahal Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Penny K Lukito, menegaskan BPA adalah bahan kimia yang bisa menyebabkan kanker dan kemandulan pada galon guna ulang meski dengan dasar pemahaman yang salah. 

"Memang ada beberapa pihak, ini adalah industri-industri tertentu, yang merasa akan dirugikan padahal dengan pandangan yang salah," katanya dikutip dari keterangannya, Selasa, 12 Maret 2022.

Menurut Penny, regulasi pelabelan risiko BPA tersebut sangat penting untuk kesehatan publik. Karena itulah BPOM berkomitmen memperjuangkan pengesahannya. 

Saat ini menurutnya, draft peraturan pelabelan BPA itu sebenarnya sudah selesai harmonisasi di Kementerian Hukum. Sehingga nantinya bisa segera diterbitkan.

"Dan kami juga sudah menulis surat ke Presiden Joko Widodo, melalui Sekretariat Kabinet dan Sekretariat Negara, meminta agar draft tersebut segera difinalkan," katanya.

Penny menambahkan, selama menunggu pengesahan, BPOM segera melakukan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat terkait potensi bahaya BPA pada galon guna ulang.  "Kegiatan itu akan paralel dengan proses pengesahannya," katanya.

Dalam rapat di Senayan pada 4 April itu, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Ratu Ngadu Bonu Wulla, mendesak BPOM segera menerbitkan regulasi pelabelan BPA pada semua kemasan pangan, termasuk pada air minum kemasan. 

Dia mengutip sebuah hasil penelitian terkait risiko BPA pada galon guna ulang berbahan plastik keras polikarbonat. 

"Penelitian mengatakan bahwa kelompok rentan, yakni bayi usia 6-12 bulan, berisiko 2,4 kali dan anak usia 1-3 tahun berisiko 2,12 kali dibandingkan kelompok dewasa usia 30-64 tahun," katanya. 

"Artinya apa, pelabelan sudah mendesak dan tepat supaya bayi, balita dan janin tidak mengkonsumsi air galon guna ulang," tambahnya.

Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito

Photo :
  • ANTARA/Andi Firdaus

Ratu Ngadu menjelaskan residu BPA pada galon guna ulang bisa berpindah dari kemasan ke air akibat sejumlah faktor, termasuk paparan sinar matahari. 

"Semakin tinggi suhu dan lama durasi kontak maka semakin banyak jumlah BPA yang dapat mencemari makanan atau minuman," katanya. 

Yang mengkhawatirkan, lanjutnya, BPA yang melebihi ambang batas memiliki efek samping buruk untuk tubuh jika sampai termakan atau terminum dari kemasan yang digunakan. 

"Efek samping bisa muncul adalah peningkatan risiko penyakit jantung, kanker, kelainan organ hati, diabetes dan gangguan otak serta perilaku pada anak kecil," katanya. 

Hasil uji post-market BPOM pada Januari 2022 atas level migrasi BPA pada galon guna ulang yang beredar luas di masyarakat menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan. Ini peringatan pertama BPOM setelah lima tahun berturut-turut sebelumnya lembaga menyatakan migrasi BPA pada galon guna ulang masih di level yang aman.

Menurut Ratu Ngadu, regulasi pelabelan  BPA penting untuk memastikan mutu dan keamanan galon yang beredar luas di masyarakat. Regulasi serupa, katanya, bisa meningkatkan kesadaran pelaku usaha atas pentingnya informasi yang akurat dan lengkap dari produk pangan serta untuk memproduksi pangan yang berkualitas, aman dikonsumsi dan mengikuti standar yang berlaku.

Lebih jauh, dia meminta BPOM mewaspadai manuver sejumlah pihak yang mungkin berupaya menjegal lahirnya peraturan pelabelan risiko BPA. 

"Pihak-pihak tersebut sejatinya adalah kelompok yang lebih mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan dampak kesehatan masyarakat," katanya.