Kopi Produksi Desa Devisa Ini Ditargetkan Masuk Pasar Jepang 2022

ilustrasi kopi.
Sumber :
  • Pixabay/acekreations

VIVA – Permintaan kopi dunia berangsur naik setelah hampir dua tahun menurun akibat dampak pandemi global. Rantai pasok logistik menjadi terganggu akibat kebijakan sejumlah negara yang membatasi transportasi dan arus keluar masuk barang antar negara.

Kelangkaan kontainer juga menyebabkan biaya logistik yang naik berlipat-lipat. Kendala ini pun menyebabkan volume perdagangan kopi menurun, terutama di jalur pasar ekspor dunia.

Indonesia sebagai produsen kopi keempat terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia, ikut terdampak oleh kondisi tersebut. Meski demikian, nyaris tidak ada pelaku usaha kopi yang gulung tikar dan beralih ke bisnis komoditas lain. 

Ini memperlihatkan bahwa penurunan bisnis kopi murni adalah akibat pandemi dan terganggunya rantai pasok, bukan karena berkurangnya permintaan pasar.

Pada 2021, permintaan kopi dunia sudah menunjukkan tren menggembirakan. Nilai ekspor kopi Indonesia rebound ditopang oleh kenaikan harga kopi dunia. Pertumbuhan nilai kopi masih minus yaitu sebesar -1,9 persen pada periode kumulatif Januari-Oktober 2021, namun relatif membaik dari minus 6,9 persen di tahun 2020. 

Porsi ekspor terbesar yaitu jenis kopi tidak disangrai (98,51 persen) dengan pertumbuhan nilai ekspornya -7,22 persen yoy (year on year) pada tahun 2020.

Direktur Bisnis II Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Maqin U Norhadi mengatakan, untuk menggerakkan ekspor nasional tahun ini, pihaknya sudah mempersiapkan sejak tahun lalu dengan mendorong pengembangan bisnis kopi. Salah satunya adalah melaksanakan program Desa Devisa khusus kopi, yang dimulai di Kabupaten Subang, Juli 2021 lalu.

"Tahun ini, ditargetkan kopi organik jenis java ijen dapat mulai diekspor untuk memenuhi pasar Jepang," ujar Maqin dikutip dari keterangannya, Senin, 10 Januari 2022.

Dia mengungkapkan, LPEI juga mencatat ceruk permintaan kopi yang lebih spesifik seperti kopi organik sangat cerah pasarnya. Oleh karena itu, selain di Subang, LPEI juga mendampingi pengembangan bisnis kopi organik di kawasan Pegunungan Ijen, Banyuwangi.

Biji kopi juria setelah disangrai (ilustrasi)

Photo :
  • VIVA/ Jo Kenaru/ Manggarai Timur-NTT

"Desa-desa di kawasan ini menjadi bagian dari program Desa Devisa LPEI, yang pada tahun 2022 ditargetkan dapat menjangkau sekitar 100 desa melalui program Desa Devisa tersebut," tambahnya.

Berdasarkan catatan Indonesia Eximbank Institute, permintaan kopi dunia di tahun 2022 akan semakin meningkat seiring harga yang juga semakin tinggi. Apalagi, pasarnya juga semakin luas. 

Ekspor perdana kopi hasil binaan Desa Devisa LPEI di Subang saja mencapai 18 ton untuk tujuan Arab Saudi. Padahal, pasar tradisional kopi seperti AS, Jepang, Jerman, dan negara Eropa lainnya terus membesar. 

Para eksportir kopi nasional ini tersebar di Semarang, Banda Aceh, Deliserdang, Medan, Bandar Lampung, Surabaya dan Sidoarjo, serta Malang.