1 Januari 2022 Tax Amnesty Jilid II Mulai, Begini Cara Pengungkapannya
- ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
VIVA – Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan merilis tata cara pengungkapan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak atau yang juga dikenal dengan Tax Amnesty Jilid II.
Tata cara pengungkapan tersebut diungkapkan seiring dengan telah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS Wajib Pajak.
Beleid tersebut merupakan aturan pelaksanaan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang memperkenalkan PPS. Program ini berlaku 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.
Baca juga: Tax Amnesty Jilid II Diluncurkan 1 Januari 2022, Ini Aturannya
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan, pengungkapan ini dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH).
SPPH tersebut disampaikan secara elektronik melalui laman https://pajak.go.id/pps dan dilengkapi dengan SPPH induk, bukti pembayaran PPh Final, daftar rincian harta bersih, daftar utang serta pernyataan repatriasi dan atau investasi.
Karena ruang lingkup PPS ini ada dua kebijakan, maka ada tambahan kelengkapan untuk peserta kebijakan II, yaitu pernyataan mencabut permohonan (restitusi atau upaya hukum) dan Surat permohonan pencabutan Banding, Gugatan, Peninjauan Kembali.
"Peserta PPS dapat menyampaikan SPPH kedua, ketiga, dan seterusnya untuk membetulkan SPPH apabila ada perubahan harta bersih atau kesalahan tulis, hitung, atau perubahan tarif," tegas dia melalui keterangan tertulis, Senin, 27 Desember 2021.
Peserta PPS juga dapat mencabut keikutsertaan dalam PPS dengan mengisi SPPH selanjutnya dengan nilai 0. Peserta PPS yang mencabut SPPH dianggap tidak ikut PPS dan tidak dapat lagi menyampaikan SPPH berikutnya.
Adapun untuk pembayaran dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak (KAP) PPh Final 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) untuk kebijakan I, 427, untuk kebijakan II, 428. Pembayaran tidak dapat dilakukan dengan Pemindahbukuan (Pbk).
PPh Final yang harus dibayarkan sebesar tarif dikali nilai harta bersih atau harta dikurang utang. Meski begitu, terdapat pedoman khususnya yang telah ditetapkan untuk peserta Kebijakan I dan Kebijakan II.
Untuk kebijakan I, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2015, yaitu:
- Nilai nominal, untuk harta kas atau setara kas.
- Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk tanah/bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor.
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak.
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di PT BEI.
- Nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia untuk SBN dan efek bersifat utang/sukuk yang diterbitkan perusahaan.
- Jika tidak ada pedoman, menggunakan hasil penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
Untuk kebijakan II, pedoman yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai harta per 31 Desember 2020, yaitu:
- Nilai nominal, untuk kas atau setara kas.
- Harga perolehan, untuk selain kas atau setara kas.
- Jika tidak diketahui, menggunakan nilai wajar per 31 Desember 2020 dari harta sejenis atau setara berdasarkan penilaian WP.
“PPS adalah kesempatan yang diberikan kepada WP untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh (Pajak Penghasilan) berdasarkan pengungkapan harta," ungkap Neilmaldrin.