Setengah dari Masyarakat RI yang Punya Akses, Buta Produk Keuangan
- R. Jihad Akbar/VIVA.
VIVA – Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Riswinandi mengatakan, literasi keuangan masyarakat Indonesia sampai saat terbilang masih sangat rendah.
Dia menjabarkan, capaiannya yakni hanya sebesar 38,03 persen. Atau setengah dari indeks inklusi keuangan yang sebesar 76,19 persen.
"Jadi dengan kata lain, setengah dari pada masyarakat kita ini, yang memiliki akses kepada produk keuangan, belum paham mengenai produk keuangan itu sendiri," kata Riswandi dalam telekonferensi, Selasa 9 November 2021.
Karena itu, Riswandi menegaskan bahwa langkah untuk mengedukasi masyarakat menjadi sangat penting. Hal itu terutama untuk membantu masyarakat, agar selalu dapat membedakan mana fintech yang legal atau sudah berizin dan terdaftar di OJK dan mana fintech yang ilegal atau tidak terdaftar atau tidak berizin OJK.
Baca juga: Mengintip Opsi Garuda Indonesia Cari Cuan Fokus Penerbangan Domestik
Sebagai tindakan preventif, lanjut Riswandi, OJK juga sudah melakukan berbagai kegiatan termasuk sosialisasi kepada masyarakat. Misalnya melalui berbagai kanal sosial media, webinar, atau kuliah umum.
"Baik yang dilakukan oleh bagian internal OJK yang mengurusi edukasi perlindungan Konsumen, kemudian juga Satgas Waspada Investasi maupun kepada satgas dan satker yang ada di bagian pengawasan OJK," ujarnya.
Dia menjelaskan bahwa OJK juga telah memiliki kanal komunikasi baik WhatsApp, email, ataupun telepon, bagi warga yang ingin melakukan pengaduan atau pun bertanya terkait fintech peer to peer lending (pinjol).
Selain itu, secara berkala OJK juga melakukan upgrading perbaikan daftar dari para pelaksana atau platform peer to peer lending. Yang sudah terdaftar dan berizin OJK baik melalui website maupun kanal sosial media lainnya
Maksudnya adalah agar masyarakat senantiasa bisa mengetahui mengenai daftar fintech yang sudah berizin dan terdaftar di OJK. Sebelum mereka melakukan transaksi kepada platform-platform yang mengundang mereka tersebut.
"OJK tidak bisa melakukannya sendiri, dan kami butuh bantuan masyarakat, kepolisian, kejaksaan, Kominfo, dan para stakeholder lain untuk melakukan penegakan hukum bersama-sama," ujarnya.