Semakin Bengkak, Utang RI Kini Tembus Rp6.711 Triliun

Ilustrasi tumpukan uang rupiah
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Kementerian Keuangan dalam APBN Kinerja dan Fakta edisi Oktober 2021 melaporkan, total utang pemerintah telah mencapai Rp6.711,52 triliun hingga akhir September 2021.

Posisi utang Pemerintah Pusat ini mengalami kenaikan sekitar 1,29 persen apabila dibandingkan posisi utang pada akhir Agustus 2021 yang tercatat berada di posisi Rp6.625,4 triliun.

Sementara itu, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) per akhir September 2021 juga mengalami kenaikan menjadi 41,38 persen dari Juli 2021 yang tercatat sebesar 40,84 persen.

Baca juga: Pengamat: Pelita Air Tak Mudah Gantikan Garuda Begitu Saja

Adapun rincian total utang hingga akhir bulan itu berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp5.887,67 triliun. Terdiri dari SBN Domestik Rp4.606,79 triliun dan SBN Valas Rp1.280,88 triliun.

SBN Domestik didominasi oleh penerbitan Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp3.741,31 triliun sedangkan SBN Valas juga didominasi oleh SUN dengan nilai sebesar Rp995,17 triliun.

Sisanya berasal dari pinjaman yang mencapai Rp823,85 triliun. Terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp12,52 triliun dan pinjaman luar negeri yang sebesar Rp811,33 triliun.

Kementerian Keuangan menjelaskan, kenaikan utang Indonesia terutama disebabkan adanya kenaikan utang dari Surat Berharga Negara Domestik sebesar Rp89,08 triliun.

Tumpukan uang kertas rupiah.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

"Sementara Surat Berharga Negara dalam valuta asing mengalami kenaikan sebesar Rp6,2 triliun," tulis Kemenkeu dalam laporan tersebut.

Kemenkeu memastikan, pemerintah akan tetap menjaga pengelolaan utang yang hati-hati, terukur dan fleksibel di masa pandemi ini. Langkah-langkah pengelolaan utang pun disebutkan telah dilakukan Pemerintah.

"Di antaranya dengan menjaga komposisi utang SBN domestik lebih besar daripada utang dalam bentuk valuta asing," ujar Kemenkeu.

Selain itu, disebutkan juga Pemerintah secara konsisten berusaha untuk menurunkan Pinjaman Luar Negeri dan SBN dalam valuta asing sebagai upaya untuk mengurangi eksposur luar negeri terhadap utang pemerintah.