Kemenhub Gandeng UI Susun RPP Penggunaan Drone, Ini yang Disoroti
- Dokumentasi Kemenhub.
VIVA – Kementerian Perhubungan menyoroti semakin berkembangnya teknologi sistem pesawat udara tanpa awak atau drone saat ini. Sebab, pengoperasiannya sangat erat kaitannya dengan keselamatan penerbangan.
Sistem kerja drone disebut juga Unmanned Aircraft System (UAS) atau Remotely-Piloted Aircraft System (RPAS). Pengoperasiannya ditegaskan harus benar-benar sesuai aturan dan mendapatkan pengawasan yang ketat.
Kepala Badan Litbang Perhubungan, Umar Aris menyampaikan bahwa penggunaan pesawat udara tanpa awak telah digunakan untuk berbagai kegiatan saat ini. Berkembang dari yang dulunya hanya digunakan sebatas hobi, kini mengarah ke transportasi.
"Dari beragam jenis pengkategorian dan klasifikasi pesawat tanpa awak menimbulkan tingkat risiko yang berbeda-beda. Namun masih banyak para penerbang atau operator yang belum memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup terhadap peraturan pengoperasian pesawat tanpa awak,” jelas umar dalam seminar bertajuk 'Pengoperasian Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak di Indonesia' Jumat, 8 Oktober 2021.
Umar menjabarkan, untuk mengantisipasi adanya risiko tersebut, maka integrasi pesawat tanpa awak dalam operasi penerbangan dan ruang udara harus memenuhi 5 aspek utama.Yaitu, keselamatan, keamanan, lalulintas udara, sosio-ekonomi, dan regulasi.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara, Capt Novyanto Widadi menyampaikan, pihaknya bersama dengan Djokosoetono Research Center (DRC) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, telah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait hal itu.
Baca juga: PON XX Papua Serap Anggaran Negara Rp3,53 Triliun
Aturan itu disusun berdasarkan kebutuhan untuk pengaturan lebih lanjut sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Serta UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Penerbangan.
“Dengan adanya kajian yang dihasilkan oleh Balitbanghub dan DRC FHUI diharapkan dapat menciptakan sistem peraturan yang komprehensif dan harmonis di Indonesia serta menjawab tantangan-tantangan yang hadir pada masa kini maupun pada masa yang mendatang,” ungkap Novy.
Sementara itu, Guru Besar FHUI Hikmahanto mengatakan, dalam RPP ini perlu diperhatikan beberapa aspek. Mulai dari sertifikasi personil, licensing operator/pengendali, penggunaan sebagai sarana angkutan niaga, serta pengaturan mengenai tanggung jawab yang muncul sebagai akibat dari penyalahgunaannya. Mulai dari, tanggung jawab pidana, perdata, maupun administratif.
“Berdasarkan RPP yang telah disusun perlu adanya peraturan turunan seperti manajemen lalu lintas udara, pengaturan ruang udara, tata cara dan prosedur pendaftaran dan registrasi, kriteria standar kalaikudaraan, tata cara, prasyarat, dan prosedur persetujuan rancang bangun, sertifikasi tipe, sertifikasi kelaikudaraan dan kelaikudaraan berkelanjutan, sertifikasi operator hingga sanksi,” tambahnya.