Profil 7 BUMN yang Bakal Dibubarkan Erick Thohir
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, akan menutup alias membubarkan 7 BUMN yang sudah lama tak beroperasi. Hal itu dengan pertimbangan keaktifan secara operasional perusahaan dan kelangsungan nasib para pegawai di perusahaan tersebut
"Kan kasihan juga nasib para pegawainya terkatung-katung," kata Erick dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat 24 September 2021.
Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya transformasi BUMN guna mengefektifkan kinerja dari perusahaan pelat merah.
Baca juga: Cek Prediksi Pergerakan IHSG dan Rekomendasi Saham Hari Ini
Erick mengatakan, langkah penutupan tujuh BUMN ini merupakan upaya yang memerlukan proses panjang. Butuh restu serta dukungan dari Presiden Joko Widodo, para menteri dan DPR.
Berikut sekilas profil 7 BUMN yang akan dibubarkan beserta masalah yang dihadapinya:
1. PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (Persero)
Sejak bulan Desember 2019 lalu, Erick Thohir sudah memberi sinyal akan menutup PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (Persero) atau PANN, karena beroperasi di luar bisnis utama perusahaan.
PANN awalnya beroperasi sebagai perusahaan pembiayaan kapal, namun belakangan operasionalnya makin merambah ke kapal udara atau pesawat.
2. PT Istaka Karya (Persero)
BUMN Karya yang masih beroperasi ini sebenarnya tidak masuk dalam program restrukturisasi 2019. Namun, Istaka tetap menjadi salah satu BUMN yang terlibat dalam restrukturisasi oleh PT PPA, karena memiliki sejumlah masalah seperti manajemen yang berbulan-bulan belum terima gaji.
Sebelumnya, Erick secara resmi mengangkat Ketua Umum Pusat Pemuda Muhammadiyah, Sunanto alias Cak Nanto, menjadi Komisaris Utama sekaligus Komisaris Independen PT Istaka Karya (Persero).
3. PT Industri Sandang Nusantara (Persero)
Sebagai perusahaan pelat merah yang bergerak di bidang tekstil, BUMN ini masih memproduksi masker di tengah pandemi COVID-19. PT ISN diketahui memproduksi masker dengan merek Insan Mask, dengan surat izin edar dari Kementerian Kesehatan pada 20 November 2020.
Pada 2019, kondisi perusahaan juga disebut mulai membaik, meskipun beberapa upaya restrukturisasi memang harus dilakukan. Salah satunya melepas aset berupa mesin dan persediaan yag tak digunakan, untuk menambah modal operasional.
4. PT Kertas Kraft Aceh (Persero)
Perusahaan ini telah menghentikan operasi karena menghadapi beberapa kendala operasional yang berimbas pada kondisi keuangan. Kertas Kraft Aceh juga mengajukan permohonan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga Medan.
Sementara pada 2019, sudah ada rencana melakukan merger Kertas Kraf Aceh dan Kertas Leces. Tapi, perusahaan ini tak mampu bertahan. Salah satunya masalah yang terjadi yaitu karena mesin-mesin produksi yang sudah tua.
5. PT Kertas Leces (Persero)
Dalam laporan pada 2019, Kertas Leces disebut telah berhenti beroperasi sejak 2015. Penyebabnya karena pasokan bahan baku tidak tersedia, dan tidak memiliki bisnis yang terintegrasi. Selain itu, alat produksi mesin pulp dan kertas sudah berumur tua mengakibatkan operasional tidak efisien.
Upaya restrukturisasi juga dijalankan, sehingga kerugian Kertas Leces turun dari Rp232 miliar pada 2016 menjadi Rp89 miliar pada 2018. Tapi di sisi lain, Kertas Leces juga sudah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya.
6. PT Merpati Nusantara Airlines (Persero)
Merpati Airlines disebut-sebut telah berhenti beroperasi sejak Februari 2014. Di mana seluruh fasilitas produksi pesawat terbang telah berusia di atas 30 tahun dan dalam kondisi rusak.
BUMN ini pun sudah masuk ke dalam upaya restrukturisasi. Laporan di 2019 menyebut bahwa upaya itu telah memangkas kerugian Merpati dari Rp626 miliar pada 2018 menjadi Rp69,6 miliar pada kuartal III-2019.
Setahun kemudian, Merpati tetap terlibat dalam proyek bersama BUMN lain. Oktober 2020, Kementerian BUMN melaporkan Merpati bersama empat BUMN lain akan membangun mega proyek perkeretaapian di Kongo.
Tapi hingga tahun ini, masalah masih merundung perusahaan ini. Sejumlah mantan pilot Merpati Airlines melayangkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi pada 17 Juni 2021, guna menuntut hak pesangon yang belum kunjung dituntaskan.
7. PT Industri Gelas (Persero)
Pada 2019, laporan menyebutkan bahwa Industri Gelas atau Iglas melakukan proses inbreng saham kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA. PPA ditunjuk sebagai agen penyehatan BUMN.
Lalu, ada beberapa restrukturisasi dilakukan, seperti penyewaan lahan dan bangunan. Kerugian Iglas pun turun dari Rp4,9 miliar pada 2018, menjadi Rp3,1 miliar pada 2019.
Lalu pada September 2021, PPA diketahui telah menyelesaikan hak eks karyawan degan cara membeli aset Iglas. Dana penjualan di Iglas dipakai untuk membayar pesangon kepada 429 eks-karyawannya. (dum)