HPTL Masuk PP 109 Dinilai Masih Butuh Riset
- U-Report
VIVA – Sejak beberapa bulan yang lalu, santer beredar kabar bahwa pemerintah akan melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 terkait dengan pengaturan produk tembakau berupa rokok.
Selain pengetatan regulasi terhadap produk rokok, kabarnya PP 109 juga akan meregulasi produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).
Alasan yang diberikan Kementerian Kesehatan, produk HPTL memiliki risiko yang sama dengan rokok konvensional.
Klaim yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan tersebut tidak sejalan dengan hasil riset dari para ahli di dalam negeri, salah satunya adalah hasil riset dari Pusat Unggulan Iptek Inovasi Pelayanan Kefarmasian, Universitas Padjadjaran (PUI-IPK Unpad).
Riset yang telah diterbitkan di jurnal medis internasional itu menyatakan bahwa produk HPTL berpotensi lebih rendah risiko dari rokok konvensional dan dapat membantu perokok untuk berhenti.
“Melalui tinjauan pustaka sistematis yang kami lakukan, penelitian kami bertujuan untuk mencari bukti dari hasil penelitian terkini terkait efektivitas dan keamanan berbagai produk HPTL dalam upaya pengurangan dan berhenti merokok. Hasil utama studi kami menyimpulkan bahwa secara umum, produk-produk tersebut lebih rendah risiko dan dapat mengurangi konsumsi rokok bagi para perokok aktif dewasa,” kata Peneliti PUI-IPK Neily Zakiyah kepada awak media, Senin, 30 Agustus 2021.
“Terkait alternatif bagi para perokok, penelitian tersebut menekankan pentingnya skema regulasi yang dapat memfasilitasi upaya tersebut.
Di kalangan perokok, keinginan untuk merokok sering kali sulit dihentikan dan kejadian kambuh lagi atau relapse sering terjadi bagi mereka yang berniat untuk berhenti merokok. Penggunaan produk HPTL berpotensi membantu upaya berhenti merokok dengan melemahkan gejala withdrawal dari rokok,” Kata Neily.
“Pemerintah dapat turut serta dalam upaya tobacco harm reductiondengan menyediakan informasi yang komprehensif dan berimbang mengenai bahaya dan potensi manfaat dari produk-produk tersebut untuk usaha pengurangan dan berhenti merokok, serta membuat regulasi yang sesuai dengan berbasis bukti (dari penelitian), sehingga upaya tobacoo harm reduction bisa tepat sasaran,” lanjutnya.
Senada dengan pernyataan tersebut, Roy Lefrans, pendiri NCIG berpendapat bahwa HPTL sangat dibutuhkan oleh perokok sebagaialternatif, sehingga perlu regulasi yang mendukung produk tersebut untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
“Sudah banyak manfaat yang dirasakan perokok setelah beralih ke produk HPTL, khususnya vape, seperti nafas lebih enteng, tidak ada riak/dahak di pagi hari, dan tidak bau. Untuk itu, dukungan pemerintah sangat diperlukan agar potensi manfaat dari HPTL dapat terasa secara optimal. Salah satunya melalui penyesuaian skema tarif cukaimenjadi spesifik sehingga dapat meringankan beban pelaku HPTL dan cenderung meningkatkan kepatuhan usaha serta mengurangi persaingan yang tidak sehat,” kata Roy.
Ditanya ihwal perumusan regulasi HPTL, Neily menilai bahwa Pemerintah membutuhkan studi yang mumpuni sebagai landasan dalam perumusan kebijakan. Menurutnya Pemerintah Indonesia perlu menggali lebih lanjut dampak jangka panjang produk HPTL.
“Kami merekomendasi agar Pemerintah melakukan penelitian tentang efektivitas dan profil keamanan jangka panjang dari produk-produk HPTL. Perlu juga diteliti apakah dampak penggunaan produk-produk tersebut di populasi yang rentan seperti anak muda. Dengan tersedianya data dan hasil penelitian yang komprehensif terhadap potensi manfaat dan juga risiko dari HPTL, Pemerintah bisa merumuskan kebijakan-kebijakan yang lebih tepat sasaran,” imbuh Neily.
Baca juga: Intip Kontribusi Produk HPTL Serap Tenaga Kerja di Indonesia