Tantangan Rantai Pasok di Sektor Logistik Indonesia
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA β Rantai pasok atau supply chain di sektor logistik Indonesia masih mengalami sejumlah tantangan. Salah satunya adalah pendanaan atau disebut juga supply chain financing.
Hal itu diungkapkan Kandidat MBA dari Kyoto University, Alexander Hasan dalam acara Indonesia Maritime Club (IMC) discussion series yang diinisiasi Myshipgo, Sabtu 21 Agustus 2021.
Kata Alexander, yang lebih penting mengenai supply chain financing bukan sekadar transaksi pembeli dan penjual ketika barang sudah terkirim.
"Supply chain financing juga berkaitan dengan kesempatan pendanaan. Dalam artian ketika perusahaan ingin melakukan kegiatan logistik, entah itu pengiriman kargo, penyewaan gudang atau aktivitas logistik lainnya, supply chain financing bisa diintegrasikan untuk penyediaan modal," kata Alexander.
Baca juga: Bocah Korban Penganiayaan Ibu Tiri di Tangsel Alami Banyak Luka Lebam
Berdasarkan data terakhir, lanjut dia, di Indonesia masalah mengenai rantai pasok di sektor logistik masih terbatas untuk akses pendanaan. Untuk hal ini, ia menyoroti lebih khusus kepada jenis usaha mikro, kecil dan menengah atau dikenal UMKM. Padahal, lanjut dia, jika bicara skala, UMKM sangat lah besar potensinya.
"Hanya 26 persen saja yang punya akses ke kapital. Yang biasanya akses ke kapital atau modal ini masih didominiasi oleh bank," kata dia.
Alexander mengatakan, atas temuannya itu, bisa diartikan pola pendanaan untuk aktivitas logistik masih terbilang tradisional. Pendanaan banyak datang dari bank lokal, bank koperasi hingga pendanaan asing yang hanya menyasar kelompok usaha besar.
"Karena sekitar 98 persen kontributor di Indonesia itu berasal dari UMKM. Sebagaian besarnya berfokus pada sektor ritel, dan sektor manufacturing. Di mana ini adalah bidang-bidang produktif di Indonesia. Ini lah tantangan di Indonesia. Bagaimana kita bisa menjembatani usaha mikro kecil menengah bisa terintegrasi ke sumber pendanaan atau modal,β kata dia.
Indonesia, lanjut dia, sebenarnya punya peluang untuk menjembatani akses melalui financial technology loan. βIni industri yang juga cukup booming saat ini," sambung Alexander.
Terkait financial technology loan, Alexander menyarankan pinjaman daring melirik sektor logistik, dan bukan sekadar sektor yang selama ini beken di e-coomerce seperti di bisnis konsumsi.
Merespons diksusi ini, Chief Financial Officer PT DHL Supply Chain Finance Indonesia, Ike S Rukiyah, menuturkan, selama ini memang banyak persoalan dari mitra, konsumen atau perusahaan logistik yang bekerja sama dengan perusahaannya terkait dengan pendanaan modal. Bagi Ike, banyak perusahaan sebetulnya punya kapabilitas, tapi lagi-lagi ujungnya tentang kecukupan modal atau arus kas.
Dalam hal ini, kata Ike, perusahaannya hanya bisa membantu sebagai sponsor yang ujungnya membantu permodalan ke bank. "Kalau saya lihat dari kebutuhan contohnya dari vendor. Kita banyak sekali memiliki vendor yang misalnya sangat punya kualitas, kredibilitas, kemampuan, tapi in terms of cash flow mereka masih butuh support," kata dia.
Sementara itu, Chief Executive Officer dan Co Founder Myshipgo, Harlin E Rahardjo mengatakan, supply chain financing merupakan sebuah pembiayaan modal kerja kepada para pelaku usaha, untuk memperlancar pasokan yang pada akhirnya akan membantu usaha atau bisnisnya. Kehadiran supply chain financing dapat memberikan dampak positif pada berbagai sektor, terutama sektor logistik yang berkaitan erat dengan rantai pasok.
Lebih lanjut, Harlin juga menjelaskan bahwa sektor maritim, kelautan, dan logistik ini, harus menjadi perhatian. Apalagi RI merupakan negara kepulauan dengan 17 ribu lebih yang 70 persen wilayahnya terdiri dari perairan.
Oleh sebab itu, lanjut Harlin, Myshipgo pun menggagas forum diskusi ini untuk dapat memberikan manfaat dan kontribusi berupa pemikiran, ide, terobosan, pencerahan, serta edukasi baik di sektor maritim, kelautan, logistik, serta teknologi informasi dan digitalisasi.
"Selain itu, Myshipgo berharap dapat 'merangkul' para stakeholders di sektor tersebut untuk berkolaborasi dan bersinergi agar bisa bangkit dari situasi pandemi COVID-19 ini demi memajukan Indonesia,β kata dia.
"Terlebih lagi dengan disrupsi digital dan teknologi, biaya pendanaan yang ada dapat ditekan dan proses akan lebih cepat," sambung Harlin.