Komisi IV DPR Tolak Revisi Aturan Tembakau

Warga menjemur tembakau di Desa Tuksongo, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

VIVA – Pimpinan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan menolak revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2020 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Wakil Ketua DPR Komisi IV DPR Daniel Johan mengatakan, ini karena revisi tersebut hanya akan membawa masalah baru dan dampak yang besar bagi negara. Salah satu sumber masalah yang mencuat adalah pengangguran baru.

“Bukannya mendatangkan manfaat tetapi justru menambah masalah dan jumlah pengangguran baru,” ujar Daniel dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 31 Mei 2021.

Menurut Daniel, dampak dilaksanakannya revisi akan memberikan tekanan pada industri tembakau baik dari hulu hingga ke hilir. Artinya, dia menekankan para petani hingga para buruh pabrik rokok akan terguncang mata pencahariannya. 

Oleh sebab itu, pemerintah dimintanya untuk berhati-hati mengambil kebijakan yang sifatnya strategis dan diusung oleh LSM anti tembakau, apalagi jika berkaitan dengan nasib petani, buruh dan pihak yang berhubungan dengan industri tembakau. 

“Belum lagi dampak COVID-19 sudah menggerus tenaga kerja di bidang industri tembakau, jika ditambah lagi dengan revisi akan menambah pengangguran,” kata Johan.

Dia menilai tidak adanya urgensi yang mendesak mengharuskan adanya revisi PP tersebut. Sebab, PP 109/2020 dikatakannya telah memberikan aturan main yang komprehensif terhadap industri tembakau, mulai dari pembatasan iklan hingga tempat penggunaan produk.

"Tidak ada urgensi yang mendesak untuk melakukan revisi PP 109 ini, justru sebalikanya akan merugikan negara,” jelas Johan.

Dia menegaskan, jika revisi ini dipaksakan akan membuka lubang PHK besar-besaran karena dampak terbesar yang dirasakan pada industri hasil tembakau (IHT) itu sendiri sementra rantai industri IHT hulu hilir saling terhubung.

“Saya tentu menolak karena pertimbangan terhadap nasib jutaan tenaga kerja terutama petani yang harus kita lindungi,” tegasnya.

Johan pun menambahkan, revisi PP 109 tidak memiliki landasan kuat terhadap kepentingan negara yang besar, padahal secara makro negara mendapat keuntungan dari industri rokok mencapai Ro100an triliun per tahun. 

“Bukan berterima kasih dan mempermudah hidup petani tembakau, kok malah dibalas dengan yang membuat hidup petani semakin susah,” papar dia.