Bappenas: Mau RI Jadi Negara Maju, Pertumbuhan Ekonomi Harus 7 Persen
- vivanews/Andry Daud
VIVA – Upaya mengeluarkan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap hanya dapat dilakukan dengan mendorong pertumbuhan ekonomi tumbuh antara 6-7 persen per tahunnya dan dimulai dari 2022.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam rapat kerja bersama komisi keuangan dan moneter Dewan Perwakilan Rakyat, di Jakarta, Rabu 17 Maret 2021.
"Pertumbuhan ekonomi dari tahun 2022 paling tidak rata-rata tujuh persen, sehingga kita bisa melepaskan diri atau lulus dari middle income trap," tegas Suharso.
Suharso menuturkan jika rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi enam persen maka Indonesia akan lolos dari middle income trap dengan pendapatan per kapita sebesar 12.535 dolar AS pada 2040.
"Nah, kita berharap lagi, kalau bisa sampai tujuh persen," ujarnya.
Suharso menyatakan pasca COVID-19, pertumbuhan ekonomi sebesar lima persen tidak akan cukup untuk mengeluarkan Indonesia dari middle income trap sebelum 2045, sehingga tidak mampu mengembalikan jumlah pengangguran ke tingkat sebelum krisis.
Ia menjelaskan hal itu terlihat dari pandemi yang menyebabkan produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia mengalami penurunan dari US$3.927,26 pada 2018, naik menjadi US$4.174,53 pada 2019, namun turun ke US$3.911,72 pada 2020.
Sementara, gross national income (GNI) per kapita Indonesia mengalami penurunan yakni dari US$3.810,23 pada 2018 dan sempat naik menjadi US$4.047,62 pada 2019, lalu turun akibat pandemi ke level US$3.806,37 pada 2020.
Menurutnya, melihat hal tersebut maka status Indonesia diperkirakan kembali masuk ke dalam kategori negara berpendapatan menengah ke bawah atau lower middle income country.
Meski demikian, Suharso menuturkan dengan pertumbuhan mencapai lima persen setelah mengalami kontraksi 2,07 persen, maka Indonesia diperkirakan kembali menjadi upper middle income pada 2022.
Ia mengatakan kontraksi ekonomi Indonesia sebesar 2,07 persen masih relatif minimal dibandingkan negara lain seperti Amerika Serikat minus 3,5 persen, China minus 6,1 persen, Meksiko minus 8,3 persen, dan Filipina minus 9,5 persen.
Suharso menyatakan kunci untuk mendorong pertumbuhan yang lebih baik adalah mengendalikan penyebaran COVID-19 dengan mencapai herd immunity atas 188 juta penduduk dari total 269 juta penduduk melalui vaksinasi.
"Antara kesehatan dan ekonomi memang dua-duanya harus berjalan seimbang jadi pertumbuhan ekonomi dan juga penanganan COVID-19 itu harus berjalan beriringan," tegasnya. (ant)