BI Revisi Proyeksi Pertumbuhan Kredit 2021 Jadi 5-7 Persen
- U-Report
VIVA – Bank Indonesia menegaskan ketahanan sistem keuangan RI tetap terjaga saat ini. Meski demikian risiko dari berlanjutnya dampak COVID-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan pada Desember 2020 tetap tinggi yakni sebesar 23,81 persen. Lalu, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) tetap rendah, yakni 3,06 persen (bruto) dan 0,98 persen (neto).
Di tengah kondisi likuiditas yang longgar dan pertumbuhan DPK yang tinggi sebesar 10,57 persen secara year-on-year (yoy), Perry mengaku bahwa perbaikan fungsi intermediasi dari sektor keuangan belum kuat.
Baca juga: Keren, Jengkol Produksi Pertanian Sumbar Tembus Pasar Jepang
Hal itu tercermin dari kontraksi kredit pada Januari 2021 sebesar 1,92 persen (yoy), dibandingkan dengan kontraksi 2,41 persen (yoy) pada Desember 2020.
"Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia merevisi proyeksi pertumbuhan kredit/pembiayaan pada tahun 2021 dari semula pada kisaran 7-9 persen menjadi 5-7 persen," kata Perry dalam telekonferensi, Kamis 18 Februari 2021.
Perry memastikan, berbagai langkah akan terus diperkuat dengan sinergi kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), perbankan, dan dunia usaha. Tujuannya demi menjaga optimisme dan mengatasi permasalahan sisi permintaan dan penawaran dalam penyaluran kredit atau pembiayaan, dari perbankan kepada dunia usaha dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Sejalan dengan sinergi kebijakan tersebut, BI pun melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif melalui pelonggaran ketentuan kredit di sektor properti dan otomotif. Dia mengaku bahwa hal itu untuk mengakselerasi pemulihan intermediasi, dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.
Selain itu, lanjut Perry, BI juga mempublikasikan asesmen transmisi dari suku bunga, ke suku bunga dasar kredit perbankan. Tujuan publikasi adalah untuk memperluas diseminasi informasi kepada konsumen, baik korporasi maupun individu.
"Serta untuk meningkatkan tata kelola, disiplin pasar, dan kompetisi di pasar kredit perbankan. Di samping memperkuat transmisi kebijakan moneter," ujarnya.