RI Catat Surplus Neraca Perdagangan Terbesar dalam Sejarah
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA – Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, mengatakan bahwa surplus neraca perdagangan tahun 2020, yang totalnya mencapai US$21,7 miliar, berhasil mencatatkan sejarah sebagai salah satu surplus neraca perdagangan terbesar di Indonesia.
"Ini adalah salah satu surplus terbesar dalam sejarah (perdagangan) Indonesia, khususnya pascakrisis 1998," kata Lutfi dalam telekonferensi pers 'Trade Outlook 2021', Jumat 29 Januari 2021.
Lutfi menjelaskan, ekspor RI 2020 yang totalnya mencapai US$163,3 miliar, terdiri atas ekspor migas US$8,3 miliar, dan ekspor nonmigas sebesar US$155 miliar. Dia mengakui bahwa terjadi koreksi pada ekspor migas sekitar 29,54 persen, dibandingkan dengan 2019.
"Sementara ekspor nonmigas juga terkoreksi 0,58 persen, dibandingkan tahun 2019 yang mencapai US$155,9 miliar," ujarnya.
Meski demikian, koreksi tipis 0,58 persen pada ekspor nonmigas itu diakui Lutfi menunjukkan bahwa terdapat cukup ketahanan pada aspek ekspor nonmigas Indonesia.
Baca juga: Mendag: Surplus Neraca Perdagangan RI 2020 Berhasil Catat Sejarah
Kemudian, untuk impor pada 2020 yang mencapai US$141,6 miliar, tercatat juga mengalami koreksi sekitar 17,35 persen dibandingkan 2019. "Ini menunjukkan bahwa aspek yang memberatkan neraca perdagangan RI di tahun 2020 lalu, salah satunya yakni berasal dari impor migas," kata Lutfi.
Dia pun merinci, total impor nonmigas RI 2020 tercatat mencapai US$127,3 miliar, atau setara dengan 14,74 persen dibandingkan tahun 2019. Lutfi mengatakan, bisa jadi ini adalah salah satu capaian terbesar sejak tahun 2012, meskipun pada 2012 itu harga komoditas tengah melonjak.
Mendag juga menjelaskan bahwa terdapat 10 negara yang menjadi destinasi ekspor utama Indonesia, yakni China, AS, India, Jepang, Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Korea Selatan.
"Di mana tercatat bahwa surplus (ekspor RI) tertinggi tahun 2020 diperoleh dari Amerika Serikat dengan nilai mencapai sebesar US$11,3 miliar, India sebesar US$6,47 miliar, serta Filipina sebesar US$5,26 miliar," ujarnya.