Banjir Kalsel Pengaruhi Pasokan Listrik Jawa hingga Bali
- Fikri Halim/VIVA.co.id
VIVA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa bencana banjir besar yang melanda Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam beberapa waktu terakhir, berdampak pada ketersediaan listrik di sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Karena energi primer penghasil listrik PLTU masih berasal dari batu bara. Maka proses penambangan di hulu hingga jalur distribusi di hilirnya juga ikut terdampak akibat banjir yang melanda wilayah Kalsel tersebut.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana, mengatakan, bencana banjir dan faktor cuaca buruk yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir, memang menjadi kendala dalam penyediaan pasokan batu bara sejak awal tahun 2021 kemarin.
Baca juga: Pemda yang Salah Bikin Perda PDRD Bakal Kena Sanksi
"Jadi memang ada kendala mulai dari proses di hulu, yakni pada produksi pertambangan, proses distribusi, pengangkutan, pengapalan, hingga saat bongkar muat," kata Rida dalam telekonferensi, Rabu 27 Januari 2021.
Kendala itu diakui Rida sampai membuat pasokan batu bara dari Kalimantan tiba dalam waktu tujuh hari untuk PLTU yang umumnya berada di wilayah Jawa. Padahal, dalam kondisi normal biasanya batu bara itu hanya membutuhkan waktu empat hari untuk waktu perjalanan dari Kalimantan ke Jawa.
"Faktor itulah yang membuat stok (batu bara) di PLTU tergerus," ujarnya.
Rida pun mengatakan, stok batu bara pada sejumlah PLTU saat ini telah memasuki status siaga, bahkan ada yang masuk ke kondisi darurat. Hal itu masih ditambah dengan kondisi batu bara yang basah akibat faktor cuaca buruk, sehingga memengaruhi kualitas pembakarannya di PLTU untuk diubah menjadi energi listrik.
"Jadi (perjalanan batu bara) dari hulu sampai ke titik pembakaran, itu semuanya berdampak pada berkurangnya stockpile," kata Rida.
Hal itu pun diakui Rida turut berpengaruh pada menurunnya kondisi ketersediaan listrik. Dia menjelaskan, untuk kondisi normal di sistem Jawa-Madura-Bali (Jamali) biasanya reserve margin yang dimiliki berkisar di angka 30 persen. Namun, per 25 Januari 2021 kemarin, reserve margin-nya pun anjlok menjadi sekitar 10 persen saja.
Sehingga, lanjut Rida, kondisi tersebut pun akhirnya menyebabkan sistem kelistrikan Jamali. Yang, sebelumnya berada dalam status oversupply, saat ini sudah tidak lagi berada dalam status tersebut.
"Karena pada tanggal 25 Januari kemarin itu reserve margin Jamali hanya berada di kisaran 10-11 persen, meskipun hal itu masih terbilang normal buat kita meskipun tidak lagi oversupply," ujarnya.