Pengusaha RI Minta Investor Asing Lakukan Ini di UU Cipta Kerja

Pekerja memeriksa kualitas lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis, 7 Februari 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

VIVA – Setelah pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, rancangan peraturan pemerintah (RPP) dan rancangan peraturan presiden atau RPerpres terus dikebut penyusunannya. Dalam aturan turunan itu, pemerintah diminta mewajibkan investor asing alih teknologi kepada para pekerja Indonesia.

Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, mengatakan, dalam UU Cipta Kerja, harus ada kewajiban dari pelaku usaha atau investor asing untuk melakukan vokasi atau alih teknologi kepada pekerja lokal. 

Harapannya, menurut Sarman adalah alih teknologi yang didapat dari para investor asing tersebut dapat menambah dan meningkatkan skill serta kompetensi bagi para pekerja Indonesia. 

"Bukan lagi mengimbau tapi kewajiban harus mentransfer teknologi. Karena tenaga-tenaga kerja asing yang didatangkan memiliki keahlian tertentu yang tidak bisa dikerjakan oleh anak bangsa," kata Sarman dalam keterangannya, Selasa 29 Desember 2020.

Menurut Sarman, ketika investor datang ke Indonesia dan membawa tenaga kerja asing, maka sudah menjadi kewajiban untuk melakukan vokasi, melakukan transfer teknologi kepada anak-anak bangsa. Dengan begitu, ke depannya, para pekerja lokal juga memiliki skill dan kompetensi yang sama dengan para pekerja asing.

"Ini harus diatur betul. Makanya kita sangat mengimbau, ini bukan dari pengusaha, tapi juga serikat pekerja harus tampil di sini untuk memastikan bahwa para tenaga kerja Indonesia, suatu saat bisa melakukan pekerjaan yang dilakukan tenaga kerja asing," jelasnya.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta ini juga mengatakan, saat ini pihaknya sudah menyusun masukan-masukan kepada pemerintah yang berhubungan dengan turunan dari UU Cipta Kerja. Pihaknya juga berharap agar para serikat pekerja bisa memberikan masukan-masukan kepada pemerintah terkait aturan turunan UU tersebut. 

"Makanya, ini sesuatu yang harus dikawal. Jadi yang harus dikawal adalah berbagai turunan dari peraturan pemerintah dan peraturan presiden dari UU Cipta Kerja ini. Supaya, nantinya apa yang menjadi tujuan dari UU Cipta Kerja ini, tidak melenceng dari turunan teknis dari UU tersebut, salah satunya menyangkut alih teknologi," jelasnya.

Sarman menambahkan, alih teknologi adalah bagaimana supaya tenaga-tenaga kerja yang ada, apakah itu di Penanaman modal asing (PMA) atau perusahaan multinasional diberikan tanggung jawab untuk meningkatkan skill dari tenaga kerjanya. Hal itu juga sejalan dengan program pemerintah mengenai vokasi. 

Artinya, tenaga kerja Indonesia yang hampir 90 persen adalah tamatan sekolah menengah atas harus ditingkatkan kemampuannya, skill-nya, dan kompetensinya melalui program vokasi atau alih teknologi yang diatur secara jelas dan rinci dalam RPP dan RPerpres. 

"Dalam UU Cipta Kerja juga dibuka kran untuk tenaga kerja asing, tapi untuk bidang-bidang tertentu yang tidak bisa dikerjakan oleh anak-anak bangsa. Akan tetapi, itu harus ada kewajiban, bahwa tenaga-tenaga kerja asing wajib mentransfer pengetahuannya kepada pekerja-pekerja lokal. Ini yang sedang kita perjuangkan," tegasnya. (ren)