Eksportir Mengaku Rugi Setelah Ekspor Benih Lobster Disetop
VIVA – Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dan menahan mantan menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, Rabu dini hari lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan resmi menghentikan sementara izin ekspor benih lobster.
Edhy saat ditangkap KPK di Bandara Soekarno-Hatta sepulang kunjungan ke Amerika Serikat itu, masih menjabat menteri Kelautan dan Perikanan. Setelah ditahan, ia mengatakan mundur. Presiden Joko Widodo lalu menunjuk Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan sebagai menteri ad interim.
Ekspor dihentikan oleh KKP dengan menerbitkan Surat Edaran NOMOR: B. 22891 IDJPT/Pl.130/Xl/2020 menyatakan menghentikan sementara penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP) terkait ekspor benih lobster.
Baca juga: Pemerintah Revisi Daftar Proyek Strategis Nasional
Terhadap kasus ini, dan dilanjutkan dengan keputusan tersebut, sejumlah perusahaan mengaku rugi. Seperti PT Teladan Cipta Samudra (PT TSC), perusahaan yang bergerak di bidang ekspor benih bening lobster. Hingga pihak perusahaan melayangkan gugatannya.
"Kami resmi memasukkan gugatan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (25 November 2020) sebagai bentuk keseriusan klien kami menuntut keadilan atas diberhentikannya izin ekspor PT TSC," kata kuasa hukum PT TSC, Suhardi dalam keterangan pers, Jumat 27 November 2020.
Dia mengaku, penghentian itu cenderung dilakukan secara sepihak. Tidak ada pemberitahuan resmi, maupun informasi yang resmi. Tidak ada pemberitahuan resmi mengenai keputusan tersebut.
Kliennya merasa keputusan yang sepihak tersebut, tidak adil bagi perusahaan. Sebab sejauh ini, ia mengklaim perusahaan kliennya tersebut sudah patuh terhadap semua aturan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ekspor benih lobster.
"Kami juga tidak menemukan kesalahan atau kelalaian yang ada di perusahaan kami saat menjalankan kegiatan ekspor selama kami menjadi perusahaan eksportir benih bening lobster yang terdaftar secara resmi di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Yang menjadikan pemberhentian ini menjadi tidak beralasan," ujar Suhardi.
Yang jelas, lanjut dia, kerugian juga pasti akan dialami oleh ratusan nelayan dan mitra yang telah bekerja sama dengan mereka selama ini. Apalagi mereka yang menggantungkan hidupnya dari perusahaan tersebut.
Gugatan dilayangkan, menurut kuasa hukum yang lainnya, Alfriady Putra, ingin agar sistem yang ada di Kementerian KP diperbaiki. Dengan begitu, ada kepastian hukum sehingga tidak merugikan pihak lain seperti yang terjadi saat ini.
"Kami berharap Kementerian Kelautan dan Perikanan dapat memperbaiki sistem perizinan yang adil dan berkepastian hukum bagi perusahaan eksportir benih bening lobster seperti klien kami," katanya.
Harapan PT TSC kasus ini menjadi perhatian Badan Koordinasi Penanaman Modal supaya kasus serupa yang kami alami tidak terulang lagi kepada perusahaan lain agar dapat menjamin iklim investasi dan penanaman modal di Indonesia lebih aman dan nyaman.
Sementara itu, Dirut TCS, Raditya, mengatakan, persoalan ini menjadi bukti tidak bagusnya sistem tata kelola di Kementerian KP. Karena sistem yang tidak bagus itu merugikan pihak lain, termasuk perusahaan eksportir. Ia mengaku, apa yang dilakukan bukan karena persoalan penangkapan Edhy Prabowo saja.
"Tidak ada hubungannya dengan pengajuan gugatan perusahaan kami di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," katanya.