Penerimaan Pajak per Oktober 2020 Capai Rp826,9 Triliun

Sejumlah wajib pajak antre untuk melakukan pelaporan SPT Pajak Tahunan di Kantor KPP Pratama Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 22 Februari 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA – Penerimaan pajak masih jauh dari target jelang akhir tahun ini. Hingga Oktober 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa capaiannya baru sebesar 69 persen dari target pada APBN 2020.

Sri mengatakan, hingga bulan tersebut, penerimaan pajak baru mencapai Rp826,9 triliun. Padahal, target yang dipatok dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 Rp1.198,8 triliun.

Jika dibandingkan realisasi Oktober 2019, capaian pengumpulan pajak itu merosot hingga minus 18,8 persen. Sebab, penerimaan pajak pada bulan yang sama tahun lalu Rp1.018,4 triliun dengan target Rp1.577,6 triliun.

Sri menguraikan, Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas, hingga bulan itu baru mencapai Rp450,67 triliun dari target Rp638,52 triliun. PPh Minyak dan Gas Bumi (Migas) baru mencapai Rp26,37 triliun dari target Rp31,86 triliun.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Rp328,98 triliun dari Rp507,52 triliun. Sementara itu, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak lainnya Rp20,92 triliun dari target Rp20,93 triliun.

Sri menegaskan, kondisi itu tidak terlepas dari usaha pemerintah untuk memberikan insentif terhadap para wajib pajak. Tujuannya, supaya mereka memiliki ruang untuk menghadapi tekanan ekonomi akibat COVID-19.

"Lebih rendah dibanding tahun lalu. Berbagai jenis pajak mengalami tekanan karena adanya pemanfaatan insentif pajak bagi seluruh perekonomian," kata dia saat konferensi pers, Senin 23 November 2020.

Berdasarkan sektor usahanya, Sri mengatakan, penerimaan pajak seluruhnya masih mengalami kontraksi. Industri pengolahan misalnya, hingga bulan itu terkontraksi minus 18,08 persen jika dibandingkan tahun lalu.

Sementara itu, di sektor perdagangan, penerimaan neto pajaknya terkontraksi hingga minus 19,86 persen. Sedangkan sektor jasa keuangan dan asuransi terkontraksi hingga minus 9,8 persen.

Untuk sektor konstruksi dan real estate minus 20,29 persen, transportasi dan pergudangan minus 12,65 persen sedangkan sektor pertambangan terkontraksi paling buruk, yakni minus 43,8 persen.

"Ini yang menggambarkan bahwa di sektor produksi hampir semua sektor masih dalam tekanan yang sangat dalam akibat COVID namun mereka secara berangsur di Oktober ini membaik," ungkap Menkeu. (ren)

Baca juga: Strategi Waskita Beton Precast Bidik Kontrak Baru Rp5 Triliun