Omnibus Law Diklaim akan Cegah Alih Fungsi Lahan Pertanian Sembarangan
VIVA – Ketua Persaudaraan Mitra Tani Nelayan Indonesia (Petani), Satrio Damardjati, menganggap perlindungan lahan pertanian masih tetap menjadi prioritas dalam Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Omnibus Law juga dinilai masih memberikan ruang bagi peningkatan kesejahteraan petani.
"Kami melihat perlindungan terhadap lahan pertanian atau jalur hijau tetap menjadi prioritas utama dalam UU Cipta Kerja," kata Satrio secara virtual, Kamis, 19 November 2020.
Satrio memaparkan, alih fungsi lahan memang menjadi ancaman bagi pertanian di Indonesia. Sepanjang periode 2013-2019, menurut data BPS, terdapat 287 ribu hektare sawah yang berubah peruntukannya.
Data yang lain juga turut menyebutkan bahwa setidaknya ada 100 ribu hektare sawah yang berganti rupa menjadi perumahan, industri, atau infrastruktur tiap tahunnya.
Keberadaan UU Cipta Kerja, katanya, justru akan membendung alih fungsi lahan yang terjadi. Sebab selama ini celah alih fungsi lahan itu terletak pada aspek pembiaran di daerah.
"Dengan adanya UU Cipta Kerja yang baru ini, alih fungsi lahan dapat dibendung. Alih fungsi itu kan kebanyakan terjadi karena ada pembiaran di tingkat kabupaten/kota atau provinsi. Nah, adanya UU ini akan memperkuat perlindungan lahan di daerah," ujar Satrio.
Satrio juga menilai UU Ciptaker ini juga terkait peningkatan kesejahteraan petani, terutama dalam pengolahan hasil produksi pertanian. Misalnya, di dalam UU Cipta Kerja pemerintah menggratiskan sertifikasi halal bagi produk pertanian. Petani atau kelompok tani diberikan kemudahan untuk mengurus perizinan usaha.
Selain itu, menurutnya, petani juga akan lebih mudah untuk ekspor karena mereka bisa langsung untuk mengurus perizinan di Badan Karantina Pertanian. "Dengan begitu, saya rasa memang ada keterkaitan antara UU Ciptaker dengan usaha peningkatan kesejahteraan petani," lanjut Satrio. (ren)
Baca: Jokowi Bicara Teknologi Kecerdasan Buatan untuk Pemanfaatan Hutan