Kisah Stefan Persson, Miliarder Sederhana di Balik Kesuksesan H&M

Kisah Orang Terkaya: Stefan Persson, Sosok Besar di Balik Kesuksesan H&M. (FOTO: UPP:Universal Pictorial Press and Agency)
Sumber :
  • wartaekonomi

Eropa yang terkenal sebagai pusat mode menjadikan Stefan Persson sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Persson adalah miliarder dan pewaris sekaligus pemilik pakaian ritel Hennes & Mauritz alias H&M. Persson merupakan pria kelahiran Stockholm, Swedia pada 4 Oktober 1947. Ia pernah menjadi CEO H&M periode 1982-1998.

Ayahnya, Erling Persson adalah pendiri toko pakaian wanita, Hennes di Västerås, Swedia, pada tahun 1947. Perusahaan tersebut menambah satu toko lagi di Stockholm dan segera menjadi perlengkapan fashion di pasar Swedia.

Karena itulah akhirnya mereka memperluas jangkauan ke negara-negara Eropa lainnya. Pakaian pria pun ditambahkan melalui akuisisi pengecer perlengkapan berburu, Swedia Mauritz Widforss pada tahun 1968, setelah itu perusahaan tersebut umumnya dikenal sebagai H&M sebagai ritel yang menjual pakaian pria dan wanita.

Persson, yang bergabung dengan perusahaan keluarga pada tahun 1972, membantu memimpin ekspansi Eropa. Kehadirannya menambah ekspansi ke Inggris dan membuka toko H&M pertama di London, Inggris pada tahun 1976. Setelahnya, sang ayah, Erling Persson mendaftarkan perusahaan ke bursa saham Swedia. Keluarganya pun memiliki mayoritas saham H&M. Selanjutnya, cabang-cabang H&M terus bertambah, mulai dari Denmark, Inggris, Norwegia dan negara Eropa lainnya.

Pada tahun 1982, usai Stefan Persson lulus kuliah dari Universitas Stockholm, ayahnya pun memutuskan untuk pensiun dan membuat perusahaan diambil alih oleh Stefan Persson. Ia pun menjadi direktur pelaksana dan CEO H&M ketika ayahnya menjadi ketua dewan.

Sejak itu, Stefan Persson yang memiliki visi misi besar pada H&M membawa perusahaannya makin mendunia. Toko-toko pun mulai dibuka di Jerman, Prancis, Amerika Serikat, China, Jepang, Rusia, Turki, Korea Selatan, Singapura, Thailand hingga Indonesia.

Padahal, pada awalnya banyak pihak yang ragu apakah Stefan Persson bisa memimpin H&M, mengingat saat itu ia baru berusia 32 tahun. Tetapi hasilnya bisa dilihat sendiri saat ini.

Pada akhir 1990-an, H&M pun telah menjadi rantai pakaian ritel terbesar di Eropa. Seiring pertumbuhannya, H&M membangun reputasinya pada mode dengan desain trendi yang sangat mahal dengan daya tarik yang luas. Hal ini karena, semua desainnya dibuat oleh desainer rumahan.

Konsep mereka dengan cepat diubah menjadi garmen pasar massal melalui jaringan pabrikan di negara-negara seperti Turki, Bangladesh, dan Cina. Persson menyadari potensi bisnis dan mode global; akibatnya, H&M tidak mengubah desain garmen untuk pasar nasional atau regional tertentu.

Strategi ini memungkinkan H&M untuk mengeksploitasi skala ekonomi saat perusahaan berekspansi ke AS (pada tahun 2000) dan Kanada (pada tahun 2004); itu juga membuka toko pertamanya di Timur Tengah, di Kuwait dan Uni Emirat Arab (2006), dan di Cina (2007).

Pada tahun 2012 H&M mengoperasikan sekitar 2.500 toko di lebih dari 40 negara. Sebagian besar merek yang dijual melalui H&M adalah label in-house, tetapi Persson memanfaatkan daya tarik bintang dengan meminta lini desain dari perancang busana, termasuk Karl Lagerfeld, Stella McCartney, Matthew Williamson, Jimmy Choo, Versace, dan Marni, serta penyanyi pop Kylie Minogue dan Madonna.

Kini, putra Perssin, Karl-Johan diangkat menjadi CEO H&M sejak tahun 2009. Tetapi Persson tetap menjadi ketua dewan H&M yang kini berharta US$18,1 miliar atau setara Rp257 triliun.