UMP 2021 Tak Naik, Sri Mulyani Akan Gunakan Instrumen Fiskal

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR. (foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj.

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons isu terkait tidak naiknya upah minimum provinsi (UMP) pada 2021. Sri mengakui bahwa saat ini daya beli masyarakat sangat rendah tergambar dari kondisi inflasi yang sangat rendah.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka inflasi hingga September 2020 hanya mencapai 1,86 persen secara tahunan. Jauh di bawah target pemerintah dan Bank Indonesia di level 3 plus minus 1 persen.

"Inflasi kita cukup rendah jadi memang dari inflasi yang biasanya mengurangi daya beli masyarakat memang dalam situasi yang rendah sehingga memang ini harus tetap menjadi perhatian," tutur dia, Selasa, 27 Oktober 2020.

Baca juga: UMP 2021 Tak Naik, KSPSI: Memberatkan Buruh, Ekonomi Sedang Sulit

Tapi, Sri menegaskan, pemerintah saat ini tengah mencari titik keseimbangan antara kepentingan untuk menjaga daya beli masyarakat dengan kenaikan upah, serta dari sisi keberlangsungan neraca keuangan perusahaan.

"Sektor usaha masih dalam situasi yang sangat tertekan dan masyarakat juga tertekan, sehingga kita harus sama-sama jaganya supaya bisa pulih dengan tidak menimbulkan trigger yang menimbulkan dampak negatif," tuturnya.

Oleh sebab itu, dia menegaskan pemerintah menggunakan instrumen fiskal, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mengimbangi kebijakan tidak menaikkan upah minimum 2021.

"Sehingga perusahaan tetap bertahan dan bangkit kembali namun masyarakat dan pekerja dijaga daya belinya sehingga itu peranan fiskal kita menjadi jembatan di situ," ujar Sri.

Salah satunya dengan menggunakan kebijakan belanja untuk pemulihan ekonomi nasional melalui jaring pengaman sosial sebesar Rp220 triliun. Misalnya dengan programnya pemberian subsidi gaji.

"Termasuk bantuan gaji bagi mereka yang pendapatannya di bawah Rp5 juta itu langsung masuk ke account-nya masyarakat kita dan itu diharapkan bisa meningkatkan daya belinya," ucapnya.

Jika pemerintah hanya memaksakan upah minimum naik pada 2021, dikhawatirkannya akan terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) pada tahun itu karena terganggunya arus kas perusahaan.

"Jangan sampai membuat salah satu policy perusahaan makin lemah atau dalam hal ini pekerja menghadapkan kemungkinan PHK sehingga ini yang coba dicari titik balance dari pemerintah," tuturnya.