Kenaikan Tarif Cukai Rokok 2021 Diperkirakan Bisa Capai 20 Persen

Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVAnews/Arrijal Rachman

VIVA – Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMSI) menolak dengan tegas kenaikan cukai rokok yang eksesif demi kelangsungan hidup industri hasil tembakau. Pemerintah memastikan cukai rokok akan naik tahun depan. 

Meski begitu, dengan dalih pandemi COVID-19, Kementerian Keuangan belum bisa memastikan dan mengumumkan persentase kenaikannya. AMTI memperkirakan kenaikan cukai di rentang 13-20 persen. 

Ketua AMTI, Budidoyo Siswoyo, menekankan rentang kenaikan itu dapat merusak kinerja Industri Hasil Tembakau (IHT) yang saat ini tengah bertahan dari tekanan pandemi. Padahal industri ini ditegaskannya padat karya.

“Kami menolak kenaikan cukai yang terlalu tinggi mengingat industri hasil tembakau merupakan sumber utama penerimaan cukai negara, dan merupakan industri padat karya yang melibatkan jutaan orang dari hulu hingga hilir,” kata Budidoyo, 23 Oktober 2020.

Baca juga: Satgas COVID-19 Jawab Keresahan Publik Soal Pengembangan Vaksin

Dia mengatakan situasi IHT tengah terpukul karena pandemi COVID-19, ditambah lagi kenaikan cukai 23 persen pada tahun ini. Akibatnya usaha rakyat terkena imbasnya, di mana serapan pembelian tembakau dan cengkih turun signifikan.

"Masyarakat tembakau di Indonesia merasakan imbasnya, serapan pembelian tembakau dan cengkih sebagai bahan baku dalam industri rokok dan produksi rokok telah mengalami penurunan yang signifikan,” ujarnya,” ujar Budidoyo.

Itu sebabnya AMTI menyatakan permohonannya kepada Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikan cukai 2021 yang hampir 20 persen tersebut. Sebab kenaikannya dinilai sangat tinggi.

“Kenaikan cukai sebaiknya disesuaikan dengan kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi agar IHT dapat terus bertahan. Untuk itu pemerintah perlu menjelaskan secara transparan dan rasional alasan di balik kenaikan tarif,” lanjut Budidoyo.

AMTI juga berharap pemerintah khususnya Menteri Keuangan, Sri Mulyani, agar lebih peduli dan tidak membebani IHT dengan kenaikan cukai yang eksesif, khususnya sektor sigaret kretek tangan (SKT).

Tidak hanya menyerap tenaga kerja, menurutnya SKT juga menyerap tembakau dan cengkih petani lebih banyak dibandingkan dengan rokok mesin. Kenaikan cukai pada segmen SKT akan sangat menekan penyerapan. (ren)