Sri Mulyani Klaim Ekonomi RI Mulai Pulih setelah Utang Meningkat
- Arrijal Rachman/VIVAnews
VIVA – Upaya pemerintah menangani dampak pandemi COVID-19 menyebabkan defisit fiskal yang melonjak. Akibatnya, kenaikan lonjakan utang tidak dapat dihindari demi menambal defisit.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan, kenaikan lonjakan utang itu terjadi di seluruh negara dunia, tidak terkecuali Indonesia. Instrumen fiskal dijadikan salah satu penopang kinerja ekonomi.
Sri mengatakan, lonjakan utang Indonesia pada 2020 diperkirakan mencapai 38,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), naik sekitar 8 persen bila dibandingkan dengan tingkat pada 2019 sebesar 30,5 persen.
"Dengan tingkat utang kita di 38,5 persen proyeksinya tahun ini, kita sudah mulai melihat adanya pemulihan ekonomi," kata Sri di Jakarta, Senin, 19 Oktober 2020.
Baca: Sri Mulyani Ungkap Warisan Utang RI Dimulai dari Neraca Penjajah
Meski begitu, Sri menegaskan, kenaikan utang tidak hanya terjadi di Indonesia. Semua negara, negara ekonomi maju maupun berkembang, juga mengalami kenaikan utang.
Jepang misalnya, tingkat utangnya mencapai 266,2 persen dari PDB, naik 28 persen dari posisi 2019 sebesar 238 persen. Italia mencapai 161,8 persen atau naik 27 persen PDB dari posisi 2019 sebesar 134,8 persen.
Sementara itu, Amerika Serikat mencapai 131,2 persen PDB, naik 22,5 persen dari catatan 2019 sebesar 108,7 persen. Begitu juga dengan Prancis yang naik dari 98,1 persen menjadi 118,7 persen.
"Jadi kalau dilihat semua negara terjadi kenaikan tinggi utangnya even Jerman yang paling hati-hati, konservatif, defisitnya melonjak," kata Sri.
Utang negara-negara tetangga, menurut Sri, juga melonjak, misalnya Malaysia sebesar 67,6 persen yang naik 10,4 persen dari 2019 sebesar 57,2 persen. Selanjutnya, Thailand dari 41,1 persen jadi 50,4 persen. (art)