Mengejutkan, di Tengah Pandemi Ekspor China Naik pada Agustus 2020
VIVA – Meski pandemi virus corona atau COVID-19 belum berakhir, ekspor China justru terus mencatatkan pertumbuhan yang cukup baik. Data Administrasi Umum Kepabeanan China mencatat ekspor Agustus 2020 tercatat tumbuh sebesar 9,5 persen atau lebih tinggi dari ekspektasi.
Sementara itu, dilansir dari CNBC, pada Senin, 7 September 2020, untuk pertumbuhan impor barang dari sejumlah negara mitra dagang ke China pada Agustus 2020 tercatat masih alami penurunan sebesar 2,1 persen dibandingkan capaian tahun lalu.
Catatan pertumbuhan ekspor China Agustus 2020 ini di atas ekspektasi para analis yang sudah disurvei sebelumnya, di mana ekspor China hanya diprediksi naik sebesar 7,1 persen dari tahun lalu yang alami kenaikan 7,2 persen.
Baca Juga: Jokowi Yakin Jika Kesehatan Baik Ekonomi RI Akan Membaik
Sedangkan, untuk impor ke China para ekonomi sebelumnya hanya memperkirakan sebesar 0,1 persen pada Agustus 2020 atau berkaca dari capaian impor pada Juli 2020 lalu yang turun 1,4 persen.
Dengan demikian, China membukukan surplus perdagangan US$58,93 miliar pada Agustus 2020, atau menguburkan ekspektasi para ekonom yang memperkirakan hanya surplus sebesar US$50,50 miliar. Sedangkan, sebelumnya pada Juli 2020 surplus perdagangan China adalah US$62,33 miliar.
Peningkatan ekspor China pada bulan Juli 2020 lalu, ternyata diketahui berasal dari ekspor pasokan medis yang melonjak pada paruh pertama tahun ini. Hal itu pun yang membuat ekspor China tetap tumbuh meski dihantam pandemi corona.
Ekonom Capital Economics, Martin Rasmussen mengatakan tren pertumbuhan ekspor China di tengah pandemi masih akan bertahan dalam beberapa bulan ke depan. Hal itu diperkirakan akan disumbang dari ekspor masker, produk medis, dan peralatan kerja di rumah.
Selain itu, Rasmussen mengatakan pemulihan yang dipicu oleh stimulus China tampaknya akan berlanjut dalam beberapa bulan mendatang, dan ini akan mendukung rebound dari kinerja impor.
Sementara itu, terkait ketegangan perdagangan AS-China yang sedang berlangsung, Rasmussen memperkirakan akan menimbulkan risiko penurunan. Meskipun, kedua negara akan meninjau kembali semua kesepakatan dagangnya. (lis)