Jokowi Bidik Ekonomi RI Tumbuh 5,5% di 2021, Anggota DPR Tak Yakin

Presiden Jokowi menyampaikan pidato dalam rangka penyampaian laporan kinerja lembaga-lembaga negara dan pidato dalam rangka HUT ke-75 Kemerdekaan RI pada sidang tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD di Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Jumat (14/8/2020)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Dalam Pidato Kenegaraan Pengantar Nota Keuangan dan RUU APBN 2021 Presiden Joko Widodo menargetkan pertumbuhan ekonomi 4,5 persen-5,5 persen. Angka ini dinilai menyampaikan optimisme yang besar akan kebangkitan ekonomi indonesia.

Anggota Komisi XI DPR RI, Kamrussamad, mempertanyakan sejauh mana kemampuan pemerintah dalam merealisasikan target tersebut. Mengingat saat ini penyerapan Anggaran dapat dikatakan rendah.

Menurutnya, yang jadi pertanyaan adalah mampukah tim ekonomi pemerintah mewujudkan hal tersebut hanya dengan mengandalkan sektor konsumsi dan investasi sebagai lokomotif utama dalam mencapai target pertumbuhan itu.

Baca juga: Jokowi Bidik Pertumbuhan Ekonomi 2021 di Kisaran 4,5-5,5 Persen

“Kita tidak meragukan tim ekonomi pemerintah tetapi kenyataan Kinerja semester pertama sepanjang tahun 2020 dibuktikan rendahnya penyerapan anggaran," kata Kamrussamad menanggapi pidato Presiden Jokowi, Jumat, 14 Agustus 2020.

Dia menambahkan, saat ini masih banyak persoalan ekonomi yang dihadapi Indonesia. Seperti sentralisasi data penerima bansos yang belum ter-update, masih belum bergeraknya sektor riil, semakin rendahnya daya beli yang semua itu berujung pada peningkatan pengangguran dan kemiskinan hingga terganggunya demand site dan supply site.

"Serta koordinasi antar-kementerian atau lembaga dan pemda belum satu langkah dalam mengimplementasikan kebijakan penanganan COVID dan dampaknya," ujarnya.

Politikus Partai Gerindra ini mengungkapkan, jika melihat berbagai pendapat pakar ekonomi, mayoritas menyatakan Indonesia sudah masuk resesi pada kuartal dua 2020. Hal itu karena pertumbuhan ekonomi sudah negatif selama dua kuartal berturut-turut, dihitung berdasarkan Quarter-on-Quarter-Seasonally Adjusted (QoQ-SA). Yaitu, kuartal saat ini dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, setelah dikoreksi faktor musiman.

"Pertumbuhan kuartal satu 2020 dibandingkan kuartal empat 2019 minus 0,7 persen. Sedangkan pertumbuhan kuartal dua 2020 dibandingkan kuartal satu 2020 minus 6,9 persen. Perhitungan untuk menentukan resesi seperti ini, QoQ-SA, berlaku universal secara internasional," ujarnya

Meski dalam pengertian resesi secara internasioal Indonesia sudah masuk ke dalam resesi, namun pemerintah bersikeras membantahnya. Pemerintah mengatakan Indonesia masih belum resesi karena pemerintah menggunakan definisi resesi sendiri.

"Yaitu pertumbuhan kuartal saat ini dibandingkan kuartal sama tahun lalu (YoY). Berdasarkan perhitungan ini maka pertumbuhan kuartal satu 2020 terhadap kuartal satu 2019 positif 2,97 persen. Dan pertumbuhan kuartal dua 2020 terhadap kuartal dua 2019 minus 5,32 persen. Oleh karena itu, pemerintah mengatakan masih belum resesi karena baru satu kuartal negatif," ujarnya.

Kamrussamad menilai, pemerintah sepertinya tidak ingin ada stigma Indonesia masuk resesi. Untuk itu, pemerintah berusaha meyakinkan publik kalau ekonomi pada kuartal tiga 2020 bisa lebih baik dari kuartal tiga 2019 year on year (YoY).

"Pemerintah bahkan berharap pertumbuhan kuartal tiga 2020 bisa positif sehingga dapat terhindar dari kata resesi yang tampaknya menjadi momok bagi pemerintah. Maka seharusnya APBN 2021 tema yang tepat penyelamatan ekonomi nasional," ujarnya.