Fitch Pertahankan Outlook Peringkat Utang RI di Level Stabil
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA – Lembaga pemeringkat Fitch mempertahankan peringkat utang pemerintah atau Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada peringkat BBB (investment grade) dengan outlook stabil pada 10 Agustus 2020. Menurut pandangan Fitch, beberapa faktor kunci yang mendukung afirmasi peringkat Indonesia tersebut adalah prospek pertumbuhan ekonomi jangka menengah yang baik dan beban utang pemerintah yang relatif rendah.
Pada sisi lain, Fitch menggarisbawahi tantangan yang dihadapi, yaitu masih tingginya ketergantungan terhadap sumber pembiayaan eksternal, penerimaan pemerintah yang rendah, serta sisi struktural seperti indikator tata kelola dan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita yang masih tertinggal dibandingkan negara peers.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan, afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB dengan outlook stabil merupakan bentuk pengakuan Fitch atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga di tengah pandemi COVID-19 yang menekan perekonomian global.
"Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara Bank Indonesia dan pemerintah," kata Perry dalam keterangan resmi, Senin 10 Agustus 2020.
Baca juga: Beri Bantuan Tunai Rp600 Ribu, Ini Alasan Pemerintah Gunakan Data BPJS
Ke depan, lanjut dia, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. "Serta terus bersinergi dengan pemerintah untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional,” tutur dia.
Perry menambahkan, Indonesia telah mengambil berbagai kebijakan baik di sisi fiskal, moneter, maupun sistem keuangan secara berhati-hati dan terukur untuk mengatasi dampak COVID-19 terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Dalam kaitan ini, berbagai indikator menunjukkan bahwa stabilitas makroekonomi masih terjaga, sehingga turut mendukung ketahanan ekonomi nasional.
Dalam assessment-nya, Fitch memperkirakan bahwa aktivitas ekonomi di Indonesia akan terkontraksi pada 2020, dipengaruhi pandemi COVID-19. Kontraksi ini merupakan dampak dari penerapan kebijakan social distancing yang memengaruhi konsumsi dan investasi, penurunan terms of trade yang bersifat temporer, dan terhentinya arus masuk wisatawan mancanegara.
Dampak dari pandemi yang cukup kuat dan menyeluruh terhadap aktivitas ekonomi ini tercermin pada kontraksi sebesar 5,3 persen pada triwulan II-2020. Namun, Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan kembali meningkat menjadi 6,6 persen pada 2021.
Momentum pertumbuhan ekonomi diperkirakan berlanjut pada 2022, yaitu tumbuh 5,5 persen, antara lain didukung oleh fokus pemerintah pada pembangunan infrastruktur.
Fitch juga menyatakan bahwa pemerintah telah merespons pandemi COVID-19 dengan cepat melalui berbagai kebijakan untuk mendukung sektor rumah tangga dan korporasi, termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Secara keseluruhan, jumlah dukungan pemerintah untuk mengatasi pandemi mencapai Rp695 triliun (4,4 persen dari PDB), mencakup bantuan langsung tunai, penyediaan kebutuhan pokok, penyediaan jaminan, dan insentif perpajakan.
Dalam pandangan Fitch, kebijakan fiskal yang berhati-hati dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan ruang bagi berbagai kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19. Mengacu pada defisit fiskal selama satu dekade terakhir yang selalu berada di bawah 3 persen dari PDB, Fitch meyakini pemerintah akan memenuhi komitmennya untuk membawa defisit fiskal kembali di bawah 3 persen dari PDB pada 2023.
Defisit Fiskal RI 2020 Diperkirakan Meningkat Jadi 6 Persen
Fitch memperkirakan defisit fiskal pada 2020 akan meningkat menjadi sekitar 6 persen pada 2020 dari 2,2 persen pada 2019 yang dipengaruhi oleh belanja pemerintah yang lebih tinggi di tengah penerimaan yang lebih rendah akibat perlambatan ekonomi. Selanjutnya, defisit fiskal akan terus menurun menjadi 5 persen dan 3,5 persen masing-masing pada 2021 dan 2022, sejalan dengan berkurangnya pengeluaran terkait pandemi.
Mengenai kesepakatan “burden sharing” antara Bank Indonesia dan pemerintah dalam membiayai pengeluaran negara terkait COVID-19, Fitch memandang kesepakatan ini akan membantu mengurangi beban bunga yang ditanggung pemerintah.
Fitch memperkirakan kesepakatan ini tidak akan memberikan tekanan inflasi pada 2020 seiring permintaan yang masih lemah. Kebijakan moneter di Indonesia selama beberapa tahun terakhir yang dinilai kredibel memberikan keyakinan kepada Fitch bahwa kesepakatan “burden sharing” ini akan bersifat temporer (one-off).
Fitch mencatat bahwa Bank Indonesia telah menyediakan likuiditas bagi sistem perbankan sebagai respons atas terjadinya pandemi disertai dengan penurunan suku bunga kebijakan sebesar 100 bps sejak Februari 2020 menjadi 4,0 persen. Selain kondisi likuiditas yang memadai, Fitch menilai kondisi permodalan sektor perbankan, sebagaimana tercermin pada capital-adequacy ratio, juga masih kuat, yaitu 22,1 persen pada Mei 2020.
Secara khusus, Fitch menyoroti upaya pemerintah untuk terus mendorong reformasi struktural. Pandangan Fitch, dalam jangka menengah, berbagai upaya reformasi yang ditempuh pemerintah berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dan menarik investasi langsung asing.
Fitch sebelumnya mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada 24 Januari 2020. (art)