Mengintip Landasan Hukum Gugatan Pailit Global Mediacom

Gedung MNC Tower
Sumber :
  • VIVAnews/ Muhamad Solihin

VIVA – Kuasa Hukum KT Corporation Waraka Anshar dari Amir Syamsudin Law Office akhirnya menanggapi sejumlah pemberitaan di media terkait pengajuan gugatan pailit terhadap Global Mediacom yang merupakan salah satu anak perusahaan milik MNC Group.

Waraka mengungkapkan gugatan pailit pada Global Mediacom telah mengacu pada Undang Undang (UU) tentang Kepailitan. Dalam UU tersebut jika debitur memiliki dua atau lebih kreditur, dan memiliki satu utang yang telah jatuh tempo, maka dapat dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.

“Pada Sidang Permohonan Pailit di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Global Mediacom, Rabu lalu, Dr Amir Syamsudin dari Amir Syamsudin Law Office menegaskan bahwa Global Mediacom dari MNC Grup telah gagal membayar nilai yang telah diputus Majelis Arbitrase London, baik kepada KT Corporation sejak Juli 2009, dan Qualcomm sejak Mei 2011,” ujar Waraka kepada media di Jakarta, Jumat 7 Juli 2020.

Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pada Pasal 2 Ayat (1) disebutkan bahwa Debitur yang telah memenuhi kriteria, dapat diajukan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannnya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Sementara itu, Global Mediacom memang memiliki lebih dari satu utang yang dapat ditagih, ini merujuk pada putusan arbitrase International Chamber of Commerce (ICC) No. 16772/CYK pada November 2010, disebutkan bahwa Global Mediacom diwajibkan untuk membayar kepada KT Corporation sejumlah US$13.850.966 untuk pembayaran harga penjualan berikut bunga serta US$731.642 untuk biaya hukum dan lainnya. 

Selain kepada KT Corporation, Global Qualcomm juga diperintahkan oleh Majelis Arbitrase Pada Oktober 2012 untuk membayar pada Qualcomm sebesar US$39.500.479 ditambah bunga tetap sebesar 5.063 persen per tahun sejak Mei 2011.

“Dengan demikian, dapat dibuktikan dengan sederhana, bahwa Global Mediacom memenuhi syarat UU Kepailitan, karena memiliki paling tidak dua kreditur, dan satu utang jatuh tempo yang dapat ditagih, oleh karenanya kami ajukan permohonan pailit untuk Global Mediacom,” tegas Amir dalam persidangan perdana.

Adapun sengketa KT Corporation dan PT Global Mediacom Tbk diawali dengan Perjanjian Opsi Jual dan Beli pada Juni 2006, Perjanjian tersebut awalnya ditandatangani oleh PT KTF Indonesia (kini KT Corporation), PT Bimantara Citra Tbk (kini Global Mediacom) dan Qualcomm Incorporated. 

Pada September 2016, seluruh hak dan kewajiban PT KTF Indonesia digantikan oleh KT Freetel, hal ini berdasarkan sale and transfer shares agreement. Kemudian KT Freetel melakukan merger dengan KT Corporation, dan menjadi KT Corporation sebagai perusahaan yang tetap berdiri, dengan demikian KT Corporation merupakan kreditor yang sah dari PT Global Mediacom Tbk. Jadi KT Corporation memiliki landasan hukum yang kuat untuk mengajukan gugatan pailit kepada Global Mediacom.

MNC Media Balik Lapor

***

Sedangkan, Direktur dan Chief Legal Counsel Global Mediacom Christophorus Taufik Siswandi, dalam keterangannya kepada media meminta Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak permohonan KT Corporation. 

“Tidak ada kewajiban atau utang Mediacom ke KT Corporation, kalau ada pasti kita disclose di laporan keuangan karena kita perusahaan terbuka," jelasnya.

Dia menjelaskan, perjanjian yang dijadikan dasar dari permohonan itu telah dibatalkan, berdasarkan putusan pengadilan negeri Jakarta Selatan No. 97/Pdt.G/2017/PN.Jak.Sel tanggal 4 Mei 2017 yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Bahwa yang mengajukan permohonan adalah KT Corporation, yang patut dipertanyakan validitasnya. Hal itu mengingat pada tahun 2003 yang berhubungan dengan Perseroan adalah KT Freetel Co. ltd, dan kemudian pada tahun 2006 hubungan tersebut beralih kepada PT KTF Indonesia," kata dia.

Taufik memastikan, kasus ini adalah kasus lama yang sudah lebih dari 10 tahun, di mana bahkan KT Corporation sudah pernah juga mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung dan ditolak berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 104PK/Pdt.G/2019 tanggal 27 Maret 2019.

Ia menegaskan, tindakan yang dilakukan oleh KT Corporation sudah masuk sebagai tindakan pencemaran nama baik dan Perseroan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi hak-haknya.

"Termasuk menempuh pelaporan secara pidana kepada pihak Kepolisian,' ujarnya. (ren)