Sudah Saatnya Erick Thohir Bubarkan Ratusan BUMN 'Hantu'
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Ekonom Senior dan Pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik Junaedi Rachbini menganggap sudah seharusnya menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir untuk membubarkan BUMN ‘hantu’ atau yang sudah sakit secara keuangan dan kinerja.
Menurut Didik, itu karena terdapat ratusan BUMN yang tidak signifikan memberikan keuntungan dan dalam kondisi sakit saat ini, karenanya sudah saatnya untuk dibubarkan. BUMN ‘hantu’ itupun keberadaanya tidak bermanfaat bagi masyarakat dan tidak memberikan kontribusi terhadap APBN.
"Yang sudah tidak sehat itu, yang tinggal namanya memang sebaiknya dibubarkan, untuk apa dipertahankan dan sudah ratusan jumlah BUMN itu," kata dia melalui keterangan tertulis, Selasa, 16 Juni 2020.
Menurut Didik, Erick yang memiliki rekam jejak sebagai profesional, pasti akan melaksanakan kebijakan tersebut sesuai kapasitasnya. Akan tetapi, dia menganggap langkah Erick itu tidak akan mudah, sebab berpotensi diganggu banyak politisi yang terganggu kepentingannya dalam proses penyehatan BUMN.
"Sebagai profesional dia punya modal yang bukan seperti pejabat yang ditaruh di situ, tetapi punya pengalaman bisnis. Sekarang diganggu oleh partai untuk disingkirkan, iya itu dinamika politik yang terjadikan, sedang diganggu seperti itu," tuturnya.
Terpisah, Staf Khusus Kementerian BUMN, Arya Sinulingga memastikan terus menggenjot upaya perampingan anak-cucu BUMN, yang jumlahnya hingga saat ini sudah mencapai ratusan.
Hal itu diutarakan Arya yang menilai bahwa di masa sulitnya perekonomian akibat merebaknya wabah Covid-19 ini, mata publik pun tertuju pada efisiensi BUMN-BUMN tersebut. Menurutnya, ekonomi Indonesia hampir 50 persennya diputar BUMN.
"Melihat kapitalisasinya, ada di mana-mana perusahaannya," kata Arya dalam telekonferensi, Selasa 16 Juni 2020. "Jadi awalnya (jumlah BUMN) 140 sekian, berkembang punya anak usaha, cucu, cicit, sampai 800 lebih,"
Karenanya, Arya menilai wajar ketika semua perhatian publik beralih ke BUMN, apalagi di tengah masa sulit perekonomian nasional akibat Covid-19 ini. "Jadi saat corona, ekonomi slow, mau enggak mau BUMN jadi magnet soalnya penggerak ekonomi Indonesia. Makanya ini sangat strategis, wajar banyak pengamat," ujar Arya.
Arya bahkan membeberkan bahwa cukup banyak anak-cucu perusahaan BUMN itu yang dibangun tanpa izin, sesuai regulasi yang ada. Hal inilah yang membuat Kementerian BUMN terus menggenjot perampingan, sebagaimana yang sebelumnya mereka lakukan terhadap Telkom dan Garuda Indonesia beberapa waktu lalu.
"Sebenarnya (kalau bikin anak usaha) sih harus izin, tapi ternyata banyak juga yang enggak izin. Makanya kita mulai rampingkan seperti kemarin Telkom, Garuda, agar lebih efisien," kata Arya.
Kelakuan semacam itu diakui Arya kerap dilakukan oleh banyak BUMN, yang giat membuat entitas baru anak-anak perusahaan BUMN seiring proyek-proyek yang tengah mereka kerjakan. Apalagi, anak-anak usaha itu pun tak kunjung dibubarkan, meskipun proyek yang dijalani sebelumnya sudah selesai.
"Misalnya ada proyek baru, bikin perusahaan baru. Ada joint venture, bikin perusahaan. Infrastruktur ada proyek kecil, bikin perusahaan. Proyek udah kelar, tapi masih ada nih perusahaan," kata Arya.
"Jadi banyak yang begitu, bahkan ada yang bodong. Proyek sudah enggak ada, komisaris sudah enggak ada, tapi PT masih ada. Mau enggak mau (bayar pajak)," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, rencana Erick untuk menghapus BUMN hantu yang tidak berkontribusi bagi negara maupun rakyat tersebut harus menunggu payung hukum dari Presiden Joko Widodo, seperti berbentuk Peraturan Presiden (Perpres). Adapun payung hukum yang telah diberikan kepada Erick saat ini baru terkait kewenangan menggabungkan atau merger BUMN.