Penguatan Rupiah Bukan karena Kinerja Ekonomi RI Membaik
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA – Menteri Perdagangan periode 2011-2014 Gita Wirjawan mengungkapkan bahwa penguatan mata uang rupiah yang terus terjadi saat ini, bukan disebabkan membaiknya perekonomian Indonesia. Melainkan, akibat banjirnya mata uang dolar Amerika Serikat di pasar keuangan internasional.
Gita menganggap, dalam dua bulan terakhir, AS telah melakukan injeksi likuiditas dengan mencetak dolar sebanyak US$3 triliun. Besaran uang tersebut pada akhirnya merembes ke pasar keuangan global dan ikut masuk ke berbagai negara, termasuk Indonesia, sehingga ketersediaan dolar di pasar naik.
Akibatnya, mata uang rupiah beberapa hari terakhir terus mengalami penguatan, bahkan stabil di kisaran Rp13.800. Di pasar spot saja, pada penutupan perdagangan hari ini, Selasa, 9 Juni 2020, rupiah ditransaksikan di level Rp13.891 per dolar AS, menguat 0,39 persen dari level penutupan perdagangan kemarin.
"Dengan dilakukannya pelonggaran kuantitatif oleh AS yang dalam dua bulan ini sudah sudah cetak US$3 triliun. Ini saya sudah prediksi akan rembes dan ini sudah terjadikan, jadinya sudah terjadi over supply dolar di pasar internasional," kata dia kata dia dalam acara webinar Buka Suara VIVAnews bertajuk New Normal: Bisakah Bangkitkan Ekonomi RI hari ini.
Kondisi itu, Gita melanjutkan, serupa dengan yang terjadi pada 2009, saat AS juga melakukan pelonggaran kuantitatif dengan mencetak US$1,5 triliun dalam setahun. Saat itu, kata dia, rupiah juga mengalami penguatan dan orang menganggap akibat membaiknya ekonomi Indonesia, padahal yang terjadi akibat berlebihnya pasokan dolar di pasar internasional.
"Mereka waktu itu cetak US$1,5 miliar dolar dalam waktu satu tahun, dengan saat ini mereka cetak US$3 triliun dalam dua bulan. Bisa dibayangkan ini akan terus terjadi penguatan mata uang bukan karena kinerja ekonomi mereka tapi lebih karena banjirnya dolar," tegas Gita.
Oleh sebab itu, dia menganggap, jika Bank Indonesia saat ini melakukan kebijakan moneter yang lebih modern, dengan melakukan pencetakan uang untuk membantu perekonomian rakyat di tengah pandemi covid-19, maka mata uang rupiah tidak akan sampai mengalami devaluasi karena terus terdepresiasi, serta juga tidak akan terjadi hiper inflasi.
"Itu bisa mematahkan kekhawatiran orang mengenai depresiasi rupiah atau devaluasi rupiah kalau dilakukannya pencetakan uang. Sekali lagi mengenai hiper inflasi harus lihat velocity-nya dan velocity itu masih sangat terkendali kan, M0, M1, M2 ini masih low double digit," ucap dia.