Terdepak dari Daftar Dana Dukungan Pemerintah, Bulog Dibela DPR

Pekerja mengangkut karung berisi beras di Gudang Bulog Serang, Banten. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

VIVA – Dewan Perwakilan Rakyat menganggap tidak tepatnya langkah pemerintah saat menghapus Badan Urusan Logistik (Bulog) dari daftar 12 Badan Usaha Milik Negara yang menerima dana dukungan dalam menghadapi dampak virus corona atau covid-19.

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno mengatakan, itu karena Bulog merupakan BUMN strategis yang harus memastikan ketahanan pangan rakyat selama pandemi maupun di luar masa itu. Karenanya, mereka dianggap berhak mendapat modal kerja dan menerima pembayaran kompensasi dari pemerintah.

"Pemberian modal kerja senilai Rp13 triliun dan pembayaran kompensasi sebesar Rp560 juta sudah tepat. Hal ini mengingat kewajiban Bulog yang strategis dalam rangka penguatan ketahanan pangan, khususnya menjaga pasokan kebutuhan pokok masyarakat," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 6 Juni 2020. 

Selain itu, Eddy juga meminta anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN) maupun Modal Kerja yang disiapkan pemerintah tidak diberikan secara mudah kepada BUMN yang memang sudah bermasalah sejak sebelum adanya covid-19.

Seperti diketahui, dia melanjutkan, pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp25,3 triliun dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) ditambah Rp32,6 triliun dalam bentuk modal kerja kepada sejumlah BUMN, seperti PT PLN, Garuda Indonesia, Hutama Karya, Krakatau Steel, PTPN dan lainnya yang berjumlah 11 BUMN di luar Bulog.

"Ada beberapa BUMN yang justru terselamatkan karena pandemi ini alias saved by the bell. Kondisi ekonomi akibat covid-19 seakan memberikan justifikasi bagi BUMN bermasalah ini untuk mendapatkan dana talangan pemerintah," tegas dia.

Karena itu, dia meminta pemerintah memberikan target kinerja yang jelas kepada BUMN penerima PMN maupun anggaran Modal Kerja. Di samping itu, Khusus bagi direksinya wajib dibebankan Key Performance Indicator atau KPI yang spesifik dan ketat, dengan ketentuan jika mereka gagal memenuhinya maka direksi wajib dilengserkan.

"BUMN yang kelak menerima Modal Kerja atau PMN wajib menunjukkan peningkatan kinerja dan tidak hanya sekedar memperpanjang nafas hidupnya," ucap pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal DPP Partai Amant Nasional (PAN).

Khusus untuk Pertamina dan PLN, Eddy mengaku sangat mendukung percepatan pembayaran dana Kompensasi kepada BUMN yang dianggap sangat strategis dan vital tersebut. Sebab pemerintahlah yang memiliki piutang besar kepada keduanya, di luar adanya kewajiban mendukung dari sisi dana selama pandemi.

“Tidak mungkin kedua perusahaan plat merah ini mampu menjalankan Public Service Obligation (PSO) secara efektif jika subsidi yang menjadi kewajiban pemerintah tidak ditunaikan secara cepat," ungkap Eddy.