Indeks Pembangunan Manusia RI Tahun 2019 Tak Capai Target

Kepala BPS, Suhariyanto.
Sumber :
  • VIVAnews/Mohammad Yudha Prasetya

VIVA – Indeks Pembangunan  Manusia (IPM) di Indonesia kembali mengalami peningkatan pada 2019. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, IPM pada tahun itu sebesar 71,92, meningkat 0,53 poin atau  tumbuh sebesar 0,74  persen dibandingkan catatan 2018 sebesar 71,39.

Namun demikian, IPM 2019 ini sejatinya meleset dari target yang dipatok APBN 2019, yakni 71,98 poin.

Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan peningkatan IPM tersebut disebabkan meningkatnya seluruh komponen pembentuk indeks, yaitu Umur Harapan Hidup saat Lahir (UHH), Harapan Lama Sekolah (HLS), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), serta Pengeluaran per Kapita yang disesuaikan (PPP).

"Pada 2019 ini IPM Indonesia sebesar 71,92, jadi dengan melihat angka ini berarti IPM Indonesia berstatus tinggi. Beberapa bulan yang lalu, UNDP (United Nations Development Programme) juga menghitung yang sama bahwa IPM Indonesia mulai masuk ke status tinggi," kata dia di kantornya di Jakarta, Senin 17 Februari 2020.

Dia merincikan, untuk komponen UHH, meningkat dari yang sebelumnya 71,2 tahun pada 2018 menjadi 71,34 tahun. Sementara itu, untuk komponen HLS meningkat dari 12,91 tahun menjadi 12,95 tahun dan RLS meningkat dari 8,17 tahun menjadi 8,34 tahun.

"Tentunya ini menggembirakan, makin banyak anak-anak kita yang masuk meneruskan pendidikannya dari SMA ke akademi maupun perguruan tinggi. Kemudian, rata-rata lama sekolahnya juga menunjukkan peningkatan," ungkap Suhariyanto.

Adapun untuk komponen PPP masyarakat Indonesia pada 2019, mencapai Rp11,30  juta per tahun. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan pada 2018 yang sebesar Rp11,05 juta per tahun. Komponen ini mencerminkan kualitas hidup manusia  yang mencakup dimensi standar hidup  layak.

Jika dilihat berdasarkan provinsinya, peningkatan IPM pada 2019 yang paling tinggi terjadi di Papua Barat, yakni mencapai 1,51 persen dengan nilai 64,70. Sedangkan, peningkatan IPM yang paling rendah terjadi di DKI Jakarta sebesar 0,36 persen meski nilai indeksnya tertinggi, yakni 80,76.

"Provinsi tinggi naiknya tentu tidak bisa secepat yang mulainya rendah. Meski begitu DKI Jakarta ada pertumbuhan, tetapi bisa dipahami DKI karena sudah tinggi sekali menaikkannya, jadi lebih sulit lagi, tetapi masih ada pertumbuhan 0,35 persen," tutur dia. (ren)