Otak-atik Nasib Properti di 2020
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA – Pengumuman kebijakan pemerintah terkait industri properti Indonesia menjelang akhir 2019 bertujuan untuk menggairahkan sektor tersebut di tahun ini. Kebijakan yang dimaksud adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.21/12/PBI/2019 tentang relaksasi Loan to Value (LTV) properti sebesar 5 persen.
Lalu, penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.86/PMK.010/2019 di mana kelompok hunian mewah yang nilainya di bawah Rp30 miliar bebas dari pengenaan PPnBM. Selain itu peningkatan batasan tidak kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rumah sederhana dan rumah sangat sederhana, serta pembebasan PPN atas rumah/bangunan korban bencana alam.
Menurut Country Manager Rumah.com, Marine Novita, situasi politik dan ekonomi kemungkinan akan lebih stabil pada 2020. Ia memperkirakan pasar properti tidak akan lagi melakukan sikap wait and see, sehingga diharapkan bisa memacu percepatan kenaikan harga dan pasokan di tahun ini.
"Kami berharap kebijakan pemerintah ini akan lebih mendongkrak konsumen kelas atas dalam membeli properti, serta mendorong permintaan dari konsumen dengan pendapatan menengah dan menengah ke bawah," kata dia di Jakarta, Senin, 17 Februari 2020.
Marine melihat harga apartemen cenderung stabil dari tahun ke tahun, karena tidak selalu disebabkan kejenuhan di pasar tersebut. Namun, salah satu faktor yang berkontribusi adalah penargetan segmen pasar baru oleh para pengembang yang mau tidak mau menyebabkan moderasi dan penyesuaian harga.
Penyesuaian harga
“Pasar apartemen melihat target ekspansi pasar. Sekitar lima hingga sepuluh tahun yang lalu, apartemen dijual sebagai komoditas gaya hidup. Sekarang, apartemen mulai dijual ke berbagai kelompok. Tidak hanya kelas menengah ke atas tetapi juga untuk menengah ke bawah,” tuturnya.
Salah satu faktor yang mendorong suplai apartemen lebih terjangkau dan penyesuaian harga apartemen adalah meningkatnya minat pada properti rumah tapak di daerah pinggiran kota. Hal ini sebagian besar didorong oleh pembangunan infrastruktur dalam kota seperti jalan tol serta transportasi umum, dan sekitar kota-kota besar.
“Pembangunan jalan tol dan transportasi umum telah mendorong pencari rumah mulai mempertimbangkan rumah tapak di pinggiran kota. Akses baru dan saran transportasi umum membuat jarak tidak lagi menjadi masalah bagi mereka. Jadi harus ada penyesuaian harga apartemen," ungkap Marine, mengingatkan.
Adapun indeks suplai apartemen didominasi oleh daerah-daerah pemasok apartemen terbesar seperti Jakarta (66 persen), Jawa Barat (12 persen), dan Banten (10 persen).
Titik balik
Berdasarkan data Rumah.com Indonesia Property Market Index (RIPMI) tercatat pada sisi harga permintaan properti, baik rumah tapak maupun apartemen, berada pada posisi 112.1 di kuartal IV 2019, atau naik tipis 0,3 persen dari kuartal sebelumnya.
Namun jika dibandingkan pada kuartal IV 2018 (year on year/yoy) justru mencatat pertumbuhan 7 persen, yang mana didorong oleh harga permintaan rumah tapak yang mengalami pertumbuhan sebesar 8 persen. Sementara hunian apartemen justru mengalami penurunan harga 1 persen dibandingkan kuartal IV 2018.
Dari sisi suplai, indeks suplai properti yang berfokus pada jumlah listing hunian rumah tapak dan apartemen yang ada di Rumah.com terlihat sedikit penurunan menjadi 115,2 dari 115,8 di kuartal III 2019. Namun, penurunan ini tidak sebesar pada kuartal II 2019, ketika suplai properti anjlok sebesar 23 persen (quarter on quarter/qoq).
Menguatnya indeks suplai properti pada kuartal IV dibandingkan dengan kuartal II 2019 menunjukkan pemulihan kepercayaan di sisi penjual, yang sebelumnya agak terpengaruh oleh ketidakstabilan pasar lantaran adanya pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden pada pertengahan tahun lalu.