Jokowi Minta Draft Omnibus Law Paling Lambat Tuntas Pekan Depan

Presiden Jokowi.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Presiden Joko Widodo alias Jokowi meminta supaya draft Omnibus Law segera diselesaikan. Dia memberi batas waktu penyelesaian draft Omnibus Law paling lambat pada pekan depan. 

"Penyelesaian yang berkaitan dengan Omnibus Law, saya harapkan bisa selesaikan dalam minggu-minggu ini atau paling lambat minggu depan," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin, 6 Januari 2020 seperti dikutip dari VIVAnews

Ada dua Omnibus Law yang disiapkan pemerintah, yakni Omnibus Law Undang-undang (UU) Perpajakan yang hampir selesai dan Omnibus Law UU Cipta Lapangan Kerja. Untuk Omnibus Law UU Cipta Lapangan Kerja masih ada sejumlah poin yang dalam pembahasan. 

Sesuai dengan apa yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Ketua DPR Puan Maharani sebelumnya bahwa dalam Omnibus Law UU Perpajakan ada enam klaster yang dibahas, mulai dari penurunan tarif Pajak Penghasilan (Pph) badan untuk meningkatkan investasi, perpajakan ekonomi digital hingga memasukkan seluruh insentif pajak dalam satu klaster. 

Sementara soal Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengungkapkan bahwa pihaknya masih membahasnya. Namun Kementerian Ketenagakerjaan akan berusaha memenuhi permintaan Jokowi untuk menyelesaikan draft tersebut segera mungkin.  

"Masih dibahas sekarang, masih ada rapat di Kemenko (Perekonomian), teman-teman eselon I," ungkapnya. 

Ida menjelaskan bahwa Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja fokus pada lima isu, mulai dari upah minimum, pesangon hingga jam kerja. Dia berharap akan selesai pada pekan ini. 

"Minggu ini Insya Allah selesai," ujarnya.

Upah dihitung per jam 

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya menyambut baik wacana pembayaran upah pekerja per jam yang didasari oleh Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Hal itu karena bisa menggenjot investasi dan menumbuhkan lapangan kerja baru. 

Dia mengatakan, sejumlah negara di dunia sudah menggunakan skema tersebut. Namun menurutnya, sektor industri akan tetap mengikuti pola gaji minimum bulanan, hanya sektor penunjang industri seperti sektor jasa dan perdagangan yang dapat memanfaatkan penerapan upah per jam.  

Dia menilai sistem pengupahan per jam yang nantinya akan diterapkan tetap akan memberikan aspek keadilan bagi para pekerja. Agus menyakini bahwa sistem pengupahan ini akan lebih baik bagi industri dibanding dengan pengupahan per bulan lantaran akan memberikan kepastian dan tolak ukur produktivitas yang lebih jelas dari pekerja serta meningkatkan daya saing dan efisiensi operasional perusahaan. 

"Paling gampang kalau pengupahan berdasarkan jam. Tinggal diatur saja berapa upah per jamnya. Tentu tidak merugikan pekerja tinggal diatur, enggak ada masalah," ujarnya. 

Dia pun berharap supaya infrastruktur untuk mendukung sistem upah per jam bisa secepatnya dipersiapkan.