Bank Bakal Kena Pungutan Tambahan untuk Jaga-jaga Krisis, Aturannya PP
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA – Aturan terkait pengenaan pungutan bagi perbankan untuk pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan akan terbit dalam waktu dekat. Draf beleid yang ditujukan untuk mengatur besaran premi Program Restrukturisasi Perbankan atau PRP itu saat ini tinggal menunggu tanda tangan presiden.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), Halim Alamsyah mengatakan, aturan itu nantinya akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Draf beleid itu saat ini telah siap dan sedang ditinjau ulang di Kementerian Keuangan untuk kemudian di tanda tangani oleh Presiden Joko Widodo.
"Sekarang sudah selesai dan drafnya dikembalikan ke Kementerian Keuangan, bu menteri (Sri Mulyani) setelah selesai, dikirim lagi ke Setneg (Kementerian Sekretariat Negara) dalam hal ini meminta persetujuan dan tanda tangan Presiden, sekarang sudah di tahap itu," kata dia di kantornya, Jakarta, Rabu 31 Juli 2019.
Kata Halim, dengan ditetapkan aturan tersebut, nantinya perbankan diwajibkan melakukan pembayaran premi sebesar nol hingga 0,007 persen dari total aset bank. Untuk bank dengan aset di bawah Rp1 triliun, yakni Bank Umum Kelompok Usaha atau BUKU I, dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tidak dibebankan premi atau nol persen.
Sementara itu, lanjut Halim, untuk perbankan dengan aset di atas Rp1 triliun atau BUKU II hingga IV akan diwajibkan membayarkan premi dikisaran 0,004 persen hingga 0,007 persen dari total aset bank. Pembayaran premi akan dilakukan selama 30 tahun dan dicicil, meski ia tak merinci mengenai skema pembayarannya.
"Itu relatif kecil sekali, artinya untuk saya rasa memang kami memahami perbankan dalam situasi yang beroperasi dalam situasi yang kurang ideal, kita juga menyadari itu dan kita memberikan waktu yang cukup untuk mentransisinya dan rate-nya rendah, karena ada masa transisi ini tidak langsung berlaku," tegas dia.
Menurutnya besaran premi tersebut tidak memberatkan perbankan. Selain itu, pemerintah juga memberikan grace period atau masa tenggang setelah jatuh tempo waktu pembayaran premi selama tiga tahun supaya perbankan mampu menyiapkan diri di masa transisi tersebut.
"Tapi nanti, tetapi tidak langsung, itu supaya tidak memberatkan yang membayar. Dan, ini akan dikenakan selama 30 tahun dengan target yang menggunakan PDB (Produk Domestik Bruto) tahun 2017, bukan PDB 2019," ungkap Halim. (asp)