Perang Dagang Untungkan Industri Sarung Tangan Karet, Ini Analisisnya

Ilustrasi peneliti di laboratorium sarung tangan steril.
Sumber :
  • Dok. Istimewa

VIVA – Perang Dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok memberikan berkah bagi industri sarung tangan karet. Menyusul hambatan masuk berupa kenaikan tarif impor yang diberlakukan AS kepada produk Tiongkok dari 10 persen menjadi 25 persen. 

Hal ini membuat industri sarung tangan karet berpotensi menggeser pasar sarung tangan vinyl dan nitrile produksi Tiongkok, yang saat ini menguasai 44 persen impor sarung ke AS.
    
Menurut Presiden Direktur PT Mark Dynamics Indonesia Tbk, Ridwan Goh, perang dagang dengan tarif impor yang tinggi ke AS atas produk Tiongkok, akan menggeser peta pasar sarung tangan AS. 

“Pemasok utama sarung tangan akan bergeser dari Tiongkok ke Malaysia, sebagai produsen sarung tangan karet terbesar di dunia. Secara tidak langsung, hal ini akan menjadi sinyal positif bagi kinerja perseroan,” kata Ridwan dikutip dari keterangan resminya, Senin 27 Mei 2019. 

Ridwan menyatakan, perseroan sebagai pemasok utama cetakan sarung tangan karet dunia memperoleh dampak turunan dari potensi peningkatan pasar sarung tangan karet. Saat ini, perseroan memasok global terbesar pasar sarung tangan adalah Malaysia dengan 63 persen, diikuti Thailand dengan 18 persen, Tiongkok 10 persen, dan kontribusi langsung Indonesia hanya tiga persen. 

Dengan kenaikan bea masuk, harga sarung tangan dari Tiongkok, menjadi tidak kompetitif dan sesuai hasil riset dari sebuah sekuritas di Malaysia, rentang harga antara sarung tangan vinyl dan karet akan menyempit dari posisi saat ini dengan rentang diskon harga antara 75 hingga 130 persen.

"Yang lebih penting, perseroan diuntungkan dari perang dagang ini, karena sebagai pemasok 35 persen pasar cetakan sarung tangan karet dunia, dengan pasar utama Malaysia, perseroan akan menerima permintaan yang lebih besar," kata Ridwan.

Lebih lanjut, menurutnya, pasar sarung tangan karet hingga 2019, diwarnai banyak hal positif selain perang dagang, yaitu pergeseran perhatian masyarakat dunia dalam penggunaan sarung tangan kesehaatan. 

Sarung tangan karet yang lebih aman bagi kesehatan, perlahan tapi pasti menggeser produk sarung tangan lainnya, salah satunya dengan ditutupnya pabrik sarung tangan PVC di Tiongkok, pada 2017. Perseroan saat ini, beroperasi pada tingkat produksi 610 ribu cetakan per bulan.

Kemampuan produksi perseroan, dibuktikan dengan pencapaian triwulan pertama 2019, mencapai peningkatan penjualan sebesar, 12,22 persen menjadi Rp88,06 miiiar dibanding periode yang sama 2018 sebesar Rp78,47 miliar.

Kemudian untuk posisi laba komprehensif tercatat meningkat 26,48 persen menjadi Rp23,00 miliar per 31 Maret 2019, dibandingkan Rp8,19 miliar per 31 Maret 2018. Sebesar 90,76 persen pendapatan perseroan pada triwulan pertama 2019, berasal dari pasar ekspor, dan sisanya sebesar 9,24 persen untuk pasar domestik.

"Kontribusi ekspor kami pada triwulan pertama 2019, mengalami penurunan secara persentase dari 97,82 persen menjadi 90,76 persen. Namun, secara nilai pasar ekspor mengalami peningkatan, yang menunjukkan bahwa kami tetap dapat memenuhi kebutuhan ekspor yang diiringi dengan peningkatan pasar baru di dalam negeri," ungkap Ridwan.

Lebih jauh, Ridwan menyatakan, pencapaian pada tiga bulan pertama 2019 ini menunjukkan konsistensi perseroan dalam menetapkan rencana dan strategi pengembangan bisnis. Dalam laporan tahunan 2018, disampaikan bahwa pada 2019, perseroan menargetkan pertumbuhan pendapatan dan laba komprehensif masing-masing sebesar 12 dan 22 persen.