Defisit Dagang RI Naik, Menkeu: Impor Numpuk Sebelum Lebaran

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 kembali mengalami defisit sebesar US$2,5 miliar. Badan Pusat Statistik menyebut bahwa defisit kali ini menjadi yang terburuk sepanjang sejarah, setelah sebelumnya pada Juli 2013 sebesar US$2,3 miliar.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai, ada kemungkinan penundaan kegiatan dari para importir dan eksportir, menjelang pelaksanaan pemilu kemarin. Sehingga, pola perdagangan pun turut disesuaikan.

"Saya harus lihat apakah ada volume impor yang slowdown terutama pada kuartal I yang baru direalisir April, dan yang April mengejar sebelum Lebaran," kata Sri Mulyani di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, Rabu 15 Mei 2019.

"Jadi mungkin mereka kalkulasi sesudah Lebaran akan ada libur yang panjang, sehingga semua ditumpukkan di April," ujarnya.

Wanita yang karib disapa Ani itu mengaku, pihaknya akan kembali melihat komposisi yang perlu diperhatikan dari dinamika perdagangan pada April 2019 tersebut. Sebab menurutnya, walaupun terjadi kontraksi di sektor impor, namun ternyata kontraksi ekspornya juga lebih dalam lagi.

"Jadi ini faktor dari ekspor yang sebetulnya mengalami pelemahan. Kita juga harus waspada," kata Ani.

Kemudian dari sisi impor, Ani menegaskan perlunya kehati-hatian pada industri yang mengandalkan impor untuk bahan baku dan barang modalnya. Sebab, hal ini akan memengaruhi pertumbuhan neraca perdagangan Indonesia ke depan.

Di satu sisi, Ani menjelaskan bahwa sebetulnya sinyal ini menggambarkan bahwa ekonomi dunia memang sedang mengalami situasi yang tidak mudah.

Sementara itu, untuk Indonesia, yang dalam hal ini ingin menjaga pertumbuhan ekonominya di atas lima persen, Ani menegaskan bahwa dari sisi pertumbuhannya terutama pada industri manufaktur, akan mengalami tekanan yang cukup dalam.

"Pertanyaannya adalah, apakah sektor lain cukup untuk backup? Dan kalau dari sisi agregat demand-nya, berarti apakah investasi bisa kita jaga?" ujarnya.