Pemerintah Didorong Bikin Cetak Biru Integrasi Transportasi Nasional
- ANTARA FOTO/Risky Andrianto
VIVA – Dewan Pimpinan Pusat Organda menilai, masalah mendesak di industri transportasi Indonesia adalah harus adanya blue print pengembangan transportasi diberbagai moda dan skenario penyelenggaraanya. Hal tersebut akan menjadi pedoman pelaku usaha ke depannya.
Sekretaris Jenderal DPP Organda Ateng Aryono mengungkapkan, adanya cetak biru tersebut dimaksudkan agar semua moda dapat terkoneksi dan saling komplementer atau saling melengkapi. Skenario integrasi dan koneksi diberlakukan secara nasional haruslah tetap dilaksanakan dengan sistematis dan terencana.
Dengan adanya pedoman itu dia pun berpendapat, kisruh mahalnya harga tiket pesawat beberapa waktu terakhir ini tidak akan terjadi. Karena sudah ada sosialisasi dan perencanaan yang jelas.
“Minimal bisa jadi pedoman pengambilan kebijakan, termasuk bagaimana skenario modal share antar moda. Artinya kesan predatory atas nama kemajuan zaman tidak perlu jadi justifikasi lagi,” ungkap Ateng dikutip dari keterangan resminya Selasa 14 Mei 2019.
Lebih lanjut menurutnya, DPP Organda kini lebih memfokuskan pada dinamika pembangunan infrastruktur angkutan umum yang saat ini memerlukan integrasi yang baik, untuk memudahkan perpindahan barang dan penumpang. Selain, menciptakan penyelenggaraan angkutan yang bersifat komplementer angkutan antarmoda menjadi satu kesatuan.
Sebab, salah satu penyebab iklim usaha transportasi menjadi tidak kondusif adalah terjadinya 'predatory price' dalam penentuan tarif. Yang mengakibatkan dunia tranportasi darat, laut dan udara mengalami ketidakseimbangan menjalankan usahanya.
DPP Oranda menilai kenaikan tarif tiket pesawat merupakan kewajaran untuk menyeimbangkan rasio keberlangsungan sebuah usaha transportasi. Ada kesan persaingan tarif yang selama ini dinilai kurang sehat menjadi predator terhadap industri moda lainya.
Menurut Ateng, integrasi antarmoda ini akan berfokus pada aspek kecepatan akses penumpang, kemudahan penumpang dalam mengakses transportasi publik, keterjangkauan tarif dan lokasi kebutuhan integrasi.
Ateng menilai, kegagalan pemerintah saat ini dalam menyediakan angkutan umum yang baik, ditandai dengan kondisi angkutan umum yang semakin buruk dengan turunnya kualitas layanan dan penurunan jumlah penumpang.
Ditambah lagi kebijakan penyediaan angkutan massal yang cenderung mengesampingkan peran angkutan eksisting (angkot dan bus). Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah karena tidak bisa dihindari bahwa angkutan umum masih dibutuhkan dan masih memiliki potensi untuk dikembangkan.
DPP Organda menurutnya juga, menyambut baik pembangunan moda baru seperti MRT dan LRT, namun skenario lanjutan untuk 'menyelaraskan' dengan moda eksisting mutlak diperlukan. Model ini baru dinikmati sebagian masyarakat Jadetabek, dan fenomena ini menguatkan keberadaan blue print pengembangan penyelenggaraan transportasi terintegrasi sangat diperlukan secara nasional.